Kritisi KPK, Prof Romli: Saya Tak Gentar Menyuarakan Kebenaran






Prof. Dr. Romli Atmasasmita SH, LLM, dikenal sebagai aktivis antikorupsi dari kalangan akademik yang amat vokal. Guru Besar dan Koordinator Program Doktor Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, ini adalah "perumus" lahirnya KPK.



Pada masa persiapan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ayah lima anak ini ditnujuk menjadi Ketua Tim Seleksi Anggota KPK, yang kemudian memilih Taufiequrrachman Ruki selaku Ketua.



Di era pemerintahan Presiden Megawati, Guru Besar Hukum Pidana Internasional Universitas Padjajaran (Unpad) ini terlibat sebagai anggota Tim Perumus UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang berlaku sampai sekarang untuk menjerat para koruptor.



Namun, perjalanan KPK yang sudah lebih 10 tahun hasilnya tak sesuai harapan. Tebang pilih kasus, politisasi KPK, dan persoalan lain termasuk kisruh KPK-Polri saat ini selalu dikritisi Prof Romli. Beliau sering tampil di televisi menjadi nara sumber dan tampil blak-blakan mengkritisi KPK. Prof Romli tak takut mengkritisi KPK walau melawan arus dan beresiko dituduh pro-koruptor sebagaimana yang biasa dilakukan para penyembah KPK.



Terkait sikap kritisnya itu, Prof Romli memberi penjelasan yang disampaikan melalui akun twitternya @romliatma, Sabtu (21/2/2015):



Saya baca semua komen terhadap saya tentang KPK-Polri. Thanks apresiasinya. Terhadap kritik, saya hanya katakan bahwa saya harus kritisi setiap penegak hukum termasuk KPK.


Pengetahuan dan pengalaman saya sebagai akademisi 40 tahun dan birokrat 8 tahun sudah cukup dan paham kapan saya harus berpihak pada kebenaran dan tidak pada kezaliman.


Sekalipun lawan arus, saya tidak gentar karena saya pernah jadi korban kezaliman oknum kejagung saya lawan dan kebenaran berpihak pada saya.


Lihat putusan praperadilan BG. (Awalnya) 99% ahli hukum/pengamat yakin ditolak. Terbukti Tuhan melalui hakim Sarpin telah tunjukkan yang benar adalah benar.


Kalau kawan nonton ILC Selasa lalu (17/2/2015), mantan penyidik KPK memberikan kesaksian tentang rekayasa "terpidana" Miranda Gultom.


Saya merinding dan sangat prihatin karena (KPK) lembaga yang saya perjuangkan susah payah telah digunakan untuk kebencian, dendam dan politik.


Saya ikuti praktik pengadilan Tipikor (Pengadilan Tindak Pidana Korupsi) sejak pembentukkannya karena saya yang usulkan pembentukkan pengadilan Tipikor. Luar biasa.


Pengadilan Tipikor kini sudah jadi lembaga penghukuman bukan lagi lembaga tempat pencari keadilan. Rahasia kerjanya ada ditangan saya.