Libya Terluka, Rezim Diktator Pesta Pora




Libya terluka. Rakyat Libya benar-benar tersayat jiwa raga. Libya yang 5 tahun lalu pemberi beasiswa terbesar setelah Mesir dan Saudi untuk Indonesia, kini merana. Libya yang 10 tahun lalu menjadi donatur Majlis-majlis ilmu Indonesia, benar-benar merana. Pecah belah dari dalam. Ancaman gempuran militer dari luar terbuka lebar. Di dalam, rezim-rezim diktator Arab mendukung pensiunan Jenderal Haftar. Di luar, semua negara Barat ibarat anjing lapar menanti minyak dan kekayaan melimpah Libya.



Libya menambah deretan derita negeri-negeri Muslim. Berawal dari Afghanistan yang dikuasai Taliban, lalu dihancurkan AS dengan dalih memerangi Al-Qaeda yang diketahui hanya rekaan intelejen. Tak lama kemudian Irak, dengan dalih menghancurkan senjata pemusnah massal yang diketahui hanya fiktif. Lanjut ke Syiria, perang saudara dengan dalih mempertahankan status quo dan memerangi ISIS. Mesir dan Yaman pun dicabik-cabik Yahudi bersama Syiah. Kini Libya menderita hal yang mustahil terjadi di saat Qaddafi berkuasa. Negeri tetangga bernama Mesir, tak dinyana tega menyerang Libya setelah sebelumnya menjadi pendukung kudeta di Libya.



As-Sisi sejak berkuasa sangat bernafsu menyerang Libya. Ternyata CNN saja menganalisa, penembakan ISIS atas 21 Koptik Mesir di Libya adalah rekayasa. Namun dunia dan PBB membiarkan Mesir menyerang Libya. PBB seolah merestui, selama yang diserang bukan Israel. Maka pertanyaan yang akan selalu kita ajukan, mengapa sejak 1973, tak ada lagi pesawat canggih negara-negara Arab yang berani memasuki wilayah udara Israel, sebagaimana Israel berani menyerang Sudan, Irak, Libanon. Padahal Israel lebih banyak membunuhi warga Arab Palestina, dibandingkan dengan perilaku ISIS -jika ISIS itu memang benar adanya.



Memang, era diktator bangkit lagi dari kubur. Tidak perlu lama-lama, hanya kurang dari 2 tahun, rezim-rezim diktator mampu bangkit kembali dengan kekejaman yang lebih dahsyat 5 kali lipat. AS dan Obama selalu berteriak-teriak, bahwa ia tidak memerangi Islam tapi memerangi teror. Namun yang menjadi korban adalah umat Islam dan yang disebut teroris adalah Islam. AS paham, sebenarnya akar dari radikalisme dan terorisme justru rezim-rezim diktator di negara-negara Arab. Anehnya, justru AS lebih menyukai rezim kudeta daripada pemimpin yang dipilih secara demokratis. Sebab demokrasi hanya selalu dimenangkan Ikhwanul Muslimin. Demokrasi dijadikan alat oleh IM, untuk memperkuat swasembada pangan, alat persenjataan, dan kemakmuran.



Kini Libya mengarah menjadi negara tak bertuan. Menambah jejak kelam negeri-negeri Islam. Mulai dari Habasyah (Ethiopia, Eriteria, Somalia), Mauritania, Sudan, Libanon dan negeri-negeri Muslim yang bergolak. AS sebenarnya menginginkan, negeri-negeri Muslim itu seperti Indonesia. Ya negeri yang umat Islamnya mudah diprovokatori, mudah dibeli, bahkan mudah dibodohi tanpa perlawanan berarti. Menyerahkan asset dan harta kekayaan negeri, dengan ikhlas dan tanpa negosiasi.



(Nandang Burhanudin)