Mendapat Shelter Tempat Tinggal, Anak-anak Pengungsi Rohingya Teriak: "Happy...Happy!!"


ACEH UTARA - Sejak menerima pengarahan sebelum bergerak pindah ke kompleks Integrated Community Shelter (ICS), Muhammad Shaker (28) dan Syamsur Alam (27) tampak gelisah. Mereka berdua seperti tak benar-benar memperhatikan pengarahan Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A), Dra. Khuzaimah yang menyampaikan seputar pentingnya menjaga kebersihan, kemanan dan ketertiban di tempat baru yang akan pengungsi Rohingya tempati.

Bukan hanya Shaker dan Syamsur yang menampakkan bahasa tubuh seperti itu, kebanyakan pengungsi lain pun serupa. Sambil berjongkok di halaman Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Aceh Utara, Kamis (6/8) pagi, mata mereka tak pernah lepas memandangi kompleks ICS yang letaknya tak jauh dari gedung BLK. Begitu usai pengarahan, mereka bergegas mengangkat barang-barang yang sudah mereka siapkan sejak kemarin dan seperti berlomba lebih dulu mencapai kompleks ICS.

Hari Kamis, tepat pukul 11.00 sebanyak 322 pengungsi etnis Rohingya yang lebih dari sebulan ini menempati gedung BLK milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara di Desa Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur, mulai menempati ICS yang sudah rampung pembangunannya sejak sebelum lebaran dan lokasinya persis bersisian dengan BLK.

Ternyata tak butuh waktu berhari-hari untuk memindahkan mereka. Hanya dalam waktu 1 jam saja, mereka sudah menempati unit shelter-nya masing-masing, setelah sebalumnya berjalan kaki menenteng dan memanggul apa saja untuk dipindahkan ke unit shelter milik mereka. Yang berkeluarga, ayah, ibu sampai anak-anaknya ikut menenteng barang bawaan dengan penuh semangat dan suka cita.

Tak terkecuali Muhammad Shaker dan Syamsur Alam. Syamsur memanggul tas hitam besar di punggungnya, sementara Shaker menenteng tas hitam di kanan, dan tas merah di lengan kirinya. Mereka berputar sedikit mengelilingi kompleks ICS untuk mencari nomor pintu unit shelter mereka. “This is good..! Happy,” gumam Shaker demi melihat kondisi unit yang bakal mereka tempati.

Seorang bocah perempuan berusia 8 tahun bernama Lonzanabibi setengah berteriak mengatakan, ”happy...happy” sembari terus berjalan mengikuti orangtuanya memasuki shelter. Seorang wanita lainnya, Surakhatu (28)  juga mengatakan hal senada. Ibu tiga orang anak ini bahkan meminta ketiga anaknya untuk mengucapkan terimakasih dalam bahasa Indonesia kepada seorang relawan, sebagai bentuk rasa bahagia atas fasilitas hunian baru yang mereka dapatkan.

Suasana yang lebih mengharukan, sekitar satu jam setelah mereka tiba di ICS, ketika seorang pengungsi menjadi muazin untuk mengumandangkan azan. Sejumlah pengungsi lain pun bergegas memadati Masjid Arakhan, yang terletak persis di tengah Komplek ICS. Para pengungsi laki-laki yang melaksanakan salat berjamaah cukup ramai. Ternyata, meski sedang bahagia karena mendapat fasilitas hunian baru, mereka tak lalai melaksanakan kewajiban salat Dzuhur. Inilah salat berjamaah pertama yang dilaksanakan pengungsi di ICS Blang Adoe.

Suasana serupa terjadi pada saat waktu salat Ashar tiba. Ustadz Sayed Karim, salah seorang imam dari kalangan pengungsi, memimpin salat dengan jamaah mencapai empat saf. Usai salat berjamaah, ustadz muda ini kemudian memimpin pengajian bagi jamaahnya. Mereka belajar tafsir hadis.

Jumlah jamaah shalat kian
bertambah saat shalat Magrib. Lebih dari separuh bagian masjid terisi oleh para pengungsi. Suasananya sungguh sangat mengharukan. Usai salat, Muhammad Rasyid, salah satu pengungsi bangkit. Dengan suara yang cukup keras, ia menyampaikan beberapa pesan dari pengelola shelter kepada rekan-rekannya dalam bahasa Urdu, mengingatkan kepada pengungsi lain agar menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan di dalam shelter. Selain itu para pengungsi juga diminta untuk tidak bermain larut malam, sehingga sulit bangun untuk salat Subuh berjamaah. Di shelter juga dibatasi agar kaum laki-laki tidak memasuki areal unit shelter kaum perempuan.


Shelter senilai 6 miliar rupiah yang ditempati pengungsi Rohingya ini dibangun Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) atas partisipasi berbagai pihak baik perorangan maupun lembaga di dalam maupun luar negeri. Memiliki 120 unit shelter yang terbagi dalam 15 blok, kompleks shelter ini juga dilengkapi 42 pintu MCK, dapur umum, unit belajar anak, klinik kesehatan, masjid merangkap aula, taman bermain dan air bersih.

Pembangunan shelter menghabiskan waktu satu bulan. Diawali dengan pembersihan lahan pada 8 Juni 2015 dan rampung seluruhnya pada 7 Juli 2015. Jumlah pekerja konstruksi yang dilibatkan mencapai 150 orang, yang didatangkan dari berbagai daerah seperti Tasikmalaya dan Yogyakarta. Berdiri di atas lahan seluas 5 hektar milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, shelter di Desa Blang Adoe ini menjadi kawasan hunian pengungsi terlengkap yang pernah ada di Indonesia, bahkan mungkin dunia. Sejumlah lembaga dunia yang datang berkunjung ke lokasi ini memberi apresiasi yang luar biasa, karena didesain dengan beragam fasilitas hunian di atas standar kamp pengungsi rata-rata.

“Kami sangat bahagia melihat wajah pengungsi, khususnya anak-anak yang tampak gembira saat memasuki pagar shelter. Mereka seperti memiliki semangat baru. Semua terlihat ceria,” kata Ketua KNSR Aceh Utara, Dicky Saputra didampingi Media Relation KNSR Aceh Utara, Zainal Bakri.

Anak-anak itu, usai meletakkan barang-barang bawaannya, langsung menyerbu sejumlah fasilitas bermain yang ada di halaman gedung belajar. Tak peduli cuaca terik, mereka terus bermain dan sangat menikmatinya. Sementara kaum ibu, merapikan barang-barang milik mereka di dalam shelter masing-masing.

Sejumlah pejabat dari Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, diantaranya Asisten 1, Anwar Adlin, Kabag Humas, Amir hamzah dan Kepala KP3A, Khuzaimah ikut mengawasi proses pemindahan pengungsi tersebut.

Tak hanya para pengungsi, relawan yang selama ini terlibat dalam persiapan pemindahan juga tampak merasa gembira, setelah pengungsi mulai menempati tempat hunian baru. ”Kami merasa lelah dan kerja keras selama ini, seperti terbayarkan. Melihat keceriaan anak-anak pengungsi saat berjalan masuk dari Gedung BLK ke shelter demikian bersemangat, membuat kami begitu terharu. Alhamdulillah,” tutur Laila Khalidah, salah satu relawan ACT.

Hari pertama mereka menempati shelter, begitu banyak cerita yang mereka tampilkan. Semoga di hari-hari ke depan, semakin banyak kisah bahagia yang bisa mereka nukilkan. Semua demi melenyapkan kisah penderitaan yang mereka alami selama bertahun-tahun di negara asalnya, Burma. (win/ais/zb)




Related Posts :