[portalpiyungan.com] Di era Sutiyoso, ada relokasi sungguhan. Tak seperti “relokasi” dagelan ala Ahok. Rusunnya bernama Rusun Cinta Kasih Budha Tze Chi. Berlokasi di Cengkareng. Presiden Megawati meresmikan rusun tersebut.
Di tahun 2003 itu, baik gubernur DKI dan presidennya tidak sesadis seperti sekarang. Sutiyoso kelahiran Semarang (1944) diterima sebagai “orang betawi”. Dia dipanggil “Bang Yos”, bukan “Mas Yos”. Ahok dipanggil “si Jamban”, “kutil babi” dan lain-lain, sapaan pejoratif.
Duet Mega-Yos sanggup atasi dan arahkan “keliaran” konglomerasi macam Podomoro. Hingga Podomoro terpaksa gunakan yayasan sosial keagamaan urus relokasi warga yang digusur. Sedikit-banyak, Podomoro patuh kepada pemerintah. Tidak seperti sekarang.
Ahok gusur warga demi kepentingan bikin taman dan akses jalan sehingga harga tanah dan apartemen sekitar jadi naik.
Relokasi ke Rusun Budha Tze Chi punya motif beda. Warga Kaliangke digusur dan direlokasi akibat banjir besar tahun 2002. Kampung Aquarium ngga pernah banjir. Sewaktu istana kena banjir, di sana kering. Tetep digusur Ahok. Rawajati yang tidak ada urusan dengan bantaran sungai pun jadi korban. Ada apartemen di dekat situ. Kabarnya, pemukiman Rawajati digusur demi pelebaran parkir Kalibata City. Lagi-lagi demi pengusaha.
Ketika rumah warga Kaliangke dibombardir, mereka sudah direlokasi di rusun cinta kasih. Mereka diangkut dengan bus. Ahok angkut warga Kampung Aquarium dengan truk sampah pemda. Pasca meletus baku hantam tak seimbang.
Rusun Budha Tze Chi terdiri dari 55 blok. Setiap blok berlantai lima, terdiri dari lima unit rumah. Totalnya, ada 1.100 unit rumah. Sebanyak 950 unit rumah untuk warga, dan 150 lagi jadi mess para karyawan dan relawan Tzu Chi. Yaitu, pengelola rusun, rumah sakit, dan sekolah.
Uang sewa hanya 90 ribu rupiah. Rusun ini khusus bagi warga yang mendapatkan rekomendasi atau surat rujukan dari Pemprov DKI Jakarta. Ngga seperti Rusun Rawabebek Ahok yang merupakan rusun komersil khusus bujang berbudget sewa 400 ribu per bulan di luar biaya lain. Di rusun ini, sebagian dari korban gusuran Pasar Ikan “direlokasi” paksa.
Dahulu, managemen relokasi Bang Yos jauh lebih rapi dari perilaku ugal-ugalan rezim Ahok.
Contohnya, ada kriteria bagi penghuni rusun. Yakni, memiliki rumah sendiri di bantaran kali, menempati rumah tersebut, rumah yang bersangkutan digusur, dan terakhir warga itu memiliki KTP DKI.
Di rusun cinta kasih ada sejumlah fasilitas riil. Mulai sekolah dari tingkat taman kanak-kanak sampai SMA. Juga ada Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB). Di rusun Ahok ngga ada sekolah. Anak warga korban gusuran harus daftar ulang ke sekolah terdekat.
Fasilitas olahraga juga dibangun. Mulai lapangan sepak bola, futsal, volley, badmintom hingga tenis meja. Toko juga ada. Totalnya 150 kios. Sewanya 1.000 per hari.
Pola penggusuran Ahok bisa masuk kategori KEJI, bila dibanding pendekatan Jokowi.
Rusun Budha Tze Chi sekali lagi menjadi tempat relokasi penggusuran Jokowi. Tidak ada gejolak sewaktu Jokowi merilis program merobohkan seribu rumah sebagai dampak proyek normalisasi waduk pluit. Hampir semua penggusuran Ahok mewariskan penderitaan sampai sekarang. Ya Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan. Ahok menciptakan “manusia puing”, “manusia kolong tol”, dan “manusia perahu”. Tetap diejek sebagai “pengintai turap” oleh Ahok.
Jokowi beri uang kerohiman kepada mereka yang tidak memilih tinggal di rusun Buddha Tze Chi. Besarannya sejuta untuk cari kontrakan baru. Seperak pun Ahok tidak berikan kepada korban gusuran. Ahok malah membully mereka sebagai penyerobot tanah negara.
Penulis: Zeng Wei Jian