Heboh Ahok menyerobot kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin Susi, ternyata menguak kebohongan Gubernur DKI Jakarta ini.
Sebuah artikel di situs liputan6 bertanggal 15 September 2014 menjadi saksi saat Ahok menjanjikan reklamasi pulau untuk kepentingan pertanian.
Demikian selengkapnya:
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok pekan ini bertolak ke Korea Selatan. Ia akan menandatangani status Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games 2018 mendatang.
Pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu akan memanfaatkan kesempatannya di Korea Selatan untuk studi banding. Sebab, selain ingin belajar tentang penataan PKL dan industri kreatif, Ahok juga ingin mengetahui soal pemanfaatan reklamasi pulau di Korea untuk kepentingan pertanian.
"Saya mau lihat. Katanya di Korea Selatan malah (reklamasi pulau) sudah dibuat untuk pertanian. Jadi reklamasi itu tidak semua dipakai untuk perumahan," ujar dia di Balaikota Jakarta, Senin (15/9/2014).
Menurut Ahok, di Korea Selatan reklamasi pulau bukan hanya untuk keperluan penampungan air baku dan antisipasi pencemaran air laut. Melainkan juga untuk budi daya dan pertanian.
Sebab, jelas dia, berdasarkan studi di negeri itu, pada tahun 2045 berpotensi tak ada penambahan pangan yang akan mengakibatkan kelaparan terhadap 2,5 juta penduduk dunia. karena itu, Korea Selatan melakukan reklamasi pulau untuk pertanian.
Sementara, di Jakarta dikhawatirkan sebagian besar reklamasi pulau justru dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis semata. Ahok mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah meminta jatah 5 persen lahan dari pembangunan properti di pulau reklamasi untuk digunakan bagi pertanian maupun perikanan.
"Makanya nanti saya mau lihat pembagian di Korea Selatan seperti apa. Saya sudah dikasih gambaran. Jadi reklamasi nggak boleh semua untuk perumahan, tetapi harus berpikir untuk membuat lahan pertanian. Saya nggak tau berapa persen pembagian lahannya. Makanya saya mau lihat di Korsel. Menarik itu," jelas Ahok.
Namun apa yang terjadi hari ini menunjukkan sebaliknya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti mempersoalkan izin reklamasi pantai utara, Pluit, Jakarta. Izin yang diberikan kepada Agung Podomoro Group ini dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad mengatakan izin reklamasi itu bukan merupakan kewenangan kepala daerah, namun oleh Kementerian Kelautan. Reklamasi yang akan dilakukan pada 17 pulau belum pernah ada izin dari Kementerian.
“Pembicaraan dengan Gubernur Basuki ihwal reklamasi hanya pernah terjadi saat ia masih berstatus pelaksana tugas, dan sebatas menjanjikan akan menyelesaikan peraturan daerah soal zonasi laut,” ujar Sudirman di kompleks parlemen, Senayan, Selasa, 10 Februari 2015.
Setelah Perda selesai, kata Sudirman, baru reklamasi akan dilaksanakan. Izin reklamasi baru dapat diberikan jika ada alokasi untuk tata wilayah dan tata ruang. Sebab di Jakarta ada pipa kabel bawah laut yang sangat banyak, membentang dari tengah laut Jawa ke Muara Karang, dan ditarik ke Tanjung Perak dan Tanjung Priok. Reklamasi itu akan menimpa pipa, dan hal itu dinilai berbahaya.
Laut pesisir Jakarta merupakan kawasan strategis nasional. Selain itu, dalam rapat tingkat Menteri Koordinator Perekonomian, kata Sudirman, pemberian izin reklamasi kepada Agung Podomoro Group masih ditahan karena dalam proses pengkajian.
"Dan sebenarnya tingkat di rapat Menko Perekonomian sebenarnya izin itu dalam status quo," kata Sudirman.
Sudirman menambahkan dalam waktu dekat, Gubernur Basuki akan dipanggil Dewan Perwakilan Rakyat dengan alasan karena melanggar aturan ini.
Pada 07 Januari lalu, Agung Podomoro mengumumkan telah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G (Pluit City). Sekretaris Perusahaan, Agung Podomoro, F. Justini Omas, mengatakan PT Muara Wisesa Samudera, telah memperoleh izin pelaksanaan reklamasi Pulau G (Pluit City). Izin itu berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014.
Jika benar reklamasi itu ditujukan untuk pertanian, mengapa Ahok menunjuk perusahaan pengembang raksasa Agung Podomoro sebagai pelaksana proyek reklamasi tersebut?