Jokowi Digugat Akibat Perpanjang Kontrak Freeport



Joko Widodo  akan digugat class action terkait diperpanjangnya kontrak PT Freeport Indonesia.

Advokat Habiburokhman akan mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme citizen law suit (gugatan warganegara) kepada Jokowi dan Freeport ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, 2 Februari 2015.

Habiburokhman mendapat kuasa hukum dari empat aktivis pro demokrasi yang track record-nya dalam membela dan menegakkan nilai-nilai demokrasi kerakyatan sudah sangat teruji, yaitu; FX Arief Poyuono, Haris Rusli, Kisman Latumakalita dan Iwan Sumule.

Sebut dia, gugatan yang akan didaftarkan nanti adalah sebagai bentuk kekecewaan yang amat dalam atas sikap Jokowi yang mengizinkan Menteri ESDM Sudirman Said menandatangani nota kesepahaman (MoU) perpanjangan ekspor konsentrat Freeport yang habis masa waktunya pada 24 Januari 2015.

Dengan MoU tersebut Freeport diberi waktu untuk menyiapkan pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter). Penandatanganan MoU tersebut, kata Habiburokhman, inkonsisten dengan sikap pemerintah sebelumnya yang berulang kali mengancam akan menghentikan izin ekspor konsentrat tembaga Freeport.

Habiburokhman mengungkapkan, perbuatan Jokowi dalam hal ini melalui bawahannya Menteri ESDM yang menandatangani MoU jelas merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 33 ayat (3) UU 1945, dan Pasal 170 UU No. 4/2009 Minerba.

Selain melanggar konstitusi dasar dan UU Minerba, penandatanganan MoU tersebut juga mengusik rasa nasionalisme anak bangsa. Bagaimana mungkin pemerintah bisa memberikan keistimewaan kepada Freeport untuk bisa melakukan ekspor tanpa membangun smelter sementara perusahaan nasional tidak. Sebagai perusahaan tambang terbesar seharusnya Freeport tidak mengalami kesulitan membangun smelter, terlebih waktu yang diberikan UU sangat layak yaitu lima tahun sejak UU tersebut diundangkan.

Habiburokhman menjelaskan, petitum atau tuntutan utama dalam gugatan adalah meminta agar majelis hakim menghukum Jokowi untuk membatalkan MoU dengan Freeport serta seluruh perjanzian dan atau produk hukum lainnya yang isinya secara garis besar memberikan izin ekspor meskipun belum memiliki smelter di Indonesia.

"Kita juga memohon kepada majelis hakim putusan sela untuk melarang Freeport untuk tidak menjalankan aktivitas pertambangan dan ekspor selama belum ada ketetapan hukum yang mengikat," demikian ujar Habiburokhman. [rus]