Operasi Militer Turki di Suriah: Sekali Tepuk 2 'Nyamuk'


[portalpiyungan.com] Tepat sepekan Pasukan Turki menggelar operasi militer "Perisai Eufrat" bersama pejuang Free Syrian Army (FSA) yang dimulai pekan lalu (24/8). 

Pasukan Turki yang terdiri dari pasukan tank, special force dan jet-jet tempur F-16 terus menggencarkan serangan di wilayah utara Suriah dan makin menjauhi daerah perbatasan pasca keberhasilan menguasai kota Jarablus.

Namun setelahnya pasukan Turki dan FSA juga terus bergerak ke wilayah yang telah dikuasai oleh milisi SDF, pasukan yang didominasi milisi Kurdi YPG dengan dukungan AS untuk melawan ISIS.

Langkah Turki ini seakan mengabaikan teguran dari Amerika Serikat, sekutunya di NATO, yang khawatir serangan tersebut bergeser jauh dari tujuan semula, yaitu menargetkan kelompok teroris ISIS.

"Kami ingin memperjelas bahwa serangan yang terjadi di daerah di mana tidak ada markas ISIS, merupakan serangan yang tidak dapat diterima dan menjadi sumber keprihatinan kami yang mendalam", kata Brett McGurk, utusan khusus AS untuk memerangi ISIS, dikutip CNN Indonesia dari Reuters, Senin (29/8).

"Kami menyerukan kepada semua pelaku bersenjata untuk mundur," tulisnya di Twitter, mengutip pernyataan dari Departemen Pertahanan AS.

Turki sebelumnya telah mengungkapkan bahwa operasi ini memiliki tujuan "pembersihan ganda" yakni menumpas ISIS di wilayah perbatasan yang dapat mengancam keamanan di Turki, serta mencegah makin luasnya kekuasaan YPG.

Ankara memandang YPG sebagai ancaman karena "berafiliasi" dengan militan Kurdi PKK, yang juga meluncurkan pemberontakan dan serangan teroris di Turki.

Sikap Turki bertentangan dengan AS yang menilai YPG sebagai sekutu "paling efektif" di darat dalam memberantas ISIS di Suriah.

Invasi Turki atas SDF/YPG semakin meregangkan hubungan Ankara dan Washington, utamanya setelah AS tak juga mengekstradisi Fethullah Gulen, dalang kudeta gagal yang masih tinggal dalam pengasingannya di Pennsylvania, AS.

"Turki bertekad untuk mengambil sejumlah langkah untuk menjamin keamanan warganya di tanah airnya maupun negara tetangga," tegas Presiden Erdogan pekan lalu, sembari menekankan bahwa operasi militer hanya akan dihentikan jika tak ada lagi ancaman keamanan dari segala jenis teroris, termasuk dari YPG.

Sementara dalam konferensi pers yang digelar pada Senin, Menteri Urusan Eropa Turki Omer Celik menyatakan, "Tidak ada yang berhak memberitahu kami organisasi teroris apa yang boleh kami lawan".

Secara garis besar perang Suriah memiliki 4 kubu utama, yaitu rezim Assad, oposisi Sunni, milisi Kurdi dan ISIS.
Sementara bagi negara asing, ISIS dijadikan alasan untuk melakukan campur tangan di negeri itu. Turki berada di pihak oposisi, Rusia mendukung Assad, sementara AS bersama Kurdi.

Pada hari Selasa (30/8), Seluruh milisi Kurdi yang didukung Amerika Serikat di Suriah utara dinyatakan sudah berpindah ke sisi timur Sungai Efrat.

Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketegangan di wilayah perbatasan Suriah-Turki, hampir sepekan setelah militer Turki memutuskan memasuki Suriah dan meluncurkan serangan terhadap ISIS dan milisi Kurdi. (CNN Indonesia/Reuters/risalah)