Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surabaya, bebebrapa partai politik mulai pasang mata untuk melihat calon-calon kuat yang dapat diusung dan didukung.
Pendekatan pun dilakukan kepada kandidat yang dianggap memiliki tingkat elektabilitas tinggi. Tak dapat dipungkiri, sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang dapat menandingi kepopuleran Tri Rismaharini sebagai kandidat calon Wali Kota Surabaya.
Layaknya 'gadis cantik', Risma diperebutkan oleh pemuda - pemuda (partai politik) untuk dapat dipinang menuju ke Pilkada Surabaya 2015. Namun saat ini beberapa partai mengaku kecewa dengan sikap Risma yang terkesan "jual mahal". Tercatat dua partai mengaku kecewa dengan sikap jual mahal Risma diantaranya adalah PKB dan PDI P.
Wakil Ketua Bidang Politik DPC PDI P Surabaya, Adi Sutarwiyono, mengatakan jika DPC PDI P lebih menginginkan calon yang berasal dari kader sendiri. "Internal partai menghendaki kader sendiri, dan afiliasinya adalah Pak Wisnu Sakti Buana, belum ada nama lain," tegasnya.
Saat disinggung soal pengusungan Risma, Adi Sutarwiyono justru mempertanyakan keseriusannya. Pasalnya, hingga saat ini menurutnya tidak ada komunikasi apapun yang dilakukan walikota dengan DPC PDI P Surabaya.
"Sekarang bergantung Bu Risma, apa membutuhkan PDIP atau tidak. Jika butuh ya komunikasi dong?" tanyanya.
Mantan staf ahli Wali Kota ini mengatakan, pihaknya (DPC PDIP) membuka diri jika walikota ingin kembali dicalonkan melalui PDIP. Apalagi menurutnya, pada Pemilukada Surabaya 2010, pihaknya mempunyai kenangan saat mencalonkan Tri Rismaharini dan Bambang DH, sebagai Calon Walikota dan Wakil Walikota.
Adi Sutarwiyono yakin keputusan PDIP dalam menentukan calon yang diusung akan mempengaruhi konstelasi politik di Surabaya. Pasalnya, di Kota Pahlawan ini, PDIP diyakini mempunyai kekuatan politik yang signifikan. Kekuatan itu dibuktikan dengan perolehan suara di DPRD. Jika pada periode sebelumnya hanya meraup 8 kursi, pada pemilu legislatif 2014 mendapatkan 15 kursi.
"Tidak hanya kekuatan politik, dengan networking dan soliditas kepengurusan dan massa pendukungnya secara obyektif mempengaruhi peta politik di Surabaya," terangnya.
Di pihak lain, apabila sebelumnya santer berhembus DPC PKB Surabaya berencana mengusung Tri Rismaharini dalam Pemilukada Surabaya 2015, namun kepastian tersebut nampaknya mulai luntur. Wakil Ketua DPW PKB Jatim Bidang Monitoring dan Evaluasi Pilkada, Musyafak Rouf, menegaskan Risma terlihat tak responsif dengan dukungan itu.
"Saya yakin Bu risma gak reken (tidak peduli) dengan PKB. Sampai hari ini, gayanya (Tri Rismaharini) harus didekati dan yang nemui saya kira juga tim lapisan ke sekian," terangnya
Mantan Ketua DPRD Surabaya ini mengakui, dalam menentukan bakal calon walikota pihaknya akan melakukan survey dahulu. Ia mengakui, dari survey independen yang dilakukan pihak lain, elektabilitas Tri Rismaharini masih tinggi. "Elektabilistas Risma di atas 50 persen. Jika incumben di bawah 50, pasti kalah," ujarnya
Untuk mengukur elektabilitas bakal calon yang diusung PKB akan menurunkan tim dari DPP. Musyafak meyakini, tidak hanya PKB, Tri Rismaharini juga bersikap jual mahal dengan partai politik lainnya. "Itulah susahnya jika orang terlalu kuat di birokrasi," pungkas Musyafak. [beritajatim]
Pendekatan pun dilakukan kepada kandidat yang dianggap memiliki tingkat elektabilitas tinggi. Tak dapat dipungkiri, sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang dapat menandingi kepopuleran Tri Rismaharini sebagai kandidat calon Wali Kota Surabaya.
Layaknya 'gadis cantik', Risma diperebutkan oleh pemuda - pemuda (partai politik) untuk dapat dipinang menuju ke Pilkada Surabaya 2015. Namun saat ini beberapa partai mengaku kecewa dengan sikap Risma yang terkesan "jual mahal". Tercatat dua partai mengaku kecewa dengan sikap jual mahal Risma diantaranya adalah PKB dan PDI P.
Wakil Ketua Bidang Politik DPC PDI P Surabaya, Adi Sutarwiyono, mengatakan jika DPC PDI P lebih menginginkan calon yang berasal dari kader sendiri. "Internal partai menghendaki kader sendiri, dan afiliasinya adalah Pak Wisnu Sakti Buana, belum ada nama lain," tegasnya.
Saat disinggung soal pengusungan Risma, Adi Sutarwiyono justru mempertanyakan keseriusannya. Pasalnya, hingga saat ini menurutnya tidak ada komunikasi apapun yang dilakukan walikota dengan DPC PDI P Surabaya.
"Sekarang bergantung Bu Risma, apa membutuhkan PDIP atau tidak. Jika butuh ya komunikasi dong?" tanyanya.
Mantan staf ahli Wali Kota ini mengatakan, pihaknya (DPC PDIP) membuka diri jika walikota ingin kembali dicalonkan melalui PDIP. Apalagi menurutnya, pada Pemilukada Surabaya 2010, pihaknya mempunyai kenangan saat mencalonkan Tri Rismaharini dan Bambang DH, sebagai Calon Walikota dan Wakil Walikota.
Adi Sutarwiyono yakin keputusan PDIP dalam menentukan calon yang diusung akan mempengaruhi konstelasi politik di Surabaya. Pasalnya, di Kota Pahlawan ini, PDIP diyakini mempunyai kekuatan politik yang signifikan. Kekuatan itu dibuktikan dengan perolehan suara di DPRD. Jika pada periode sebelumnya hanya meraup 8 kursi, pada pemilu legislatif 2014 mendapatkan 15 kursi.
"Tidak hanya kekuatan politik, dengan networking dan soliditas kepengurusan dan massa pendukungnya secara obyektif mempengaruhi peta politik di Surabaya," terangnya.
Di pihak lain, apabila sebelumnya santer berhembus DPC PKB Surabaya berencana mengusung Tri Rismaharini dalam Pemilukada Surabaya 2015, namun kepastian tersebut nampaknya mulai luntur. Wakil Ketua DPW PKB Jatim Bidang Monitoring dan Evaluasi Pilkada, Musyafak Rouf, menegaskan Risma terlihat tak responsif dengan dukungan itu.
"Saya yakin Bu risma gak reken (tidak peduli) dengan PKB. Sampai hari ini, gayanya (Tri Rismaharini) harus didekati dan yang nemui saya kira juga tim lapisan ke sekian," terangnya
Mantan Ketua DPRD Surabaya ini mengakui, dalam menentukan bakal calon walikota pihaknya akan melakukan survey dahulu. Ia mengakui, dari survey independen yang dilakukan pihak lain, elektabilitas Tri Rismaharini masih tinggi. "Elektabilistas Risma di atas 50 persen. Jika incumben di bawah 50, pasti kalah," ujarnya
Untuk mengukur elektabilitas bakal calon yang diusung PKB akan menurunkan tim dari DPP. Musyafak meyakini, tidak hanya PKB, Tri Rismaharini juga bersikap jual mahal dengan partai politik lainnya. "Itulah susahnya jika orang terlalu kuat di birokrasi," pungkas Musyafak. [beritajatim]