Media Asing: "Jokowi's Jinks"





Joko Widodo dalam satu bulan terakhir mendapat sorotan tajam dari media massa asing. Setelah diprotes soal eksekusi terpidana mati kasus narkoba, Jokowi kembali disorot dalam kisruh KPK vs Polri.

Media massa yang berbasis di London, Inggris, The Economist, untuk kali kedua di bulan Januari memajang ulasan pemerintahan Jokowi di dalam salah satu kolomnya. Kali ini, The Economist menulis artikel berjudul Jokowi’s Jinks.

Artikel ini nyaris serupa dengan ulasan The New York Times yang menyoroti turunnya popularitas Jokowi. Ide pokok artikel tersebut mengatakan Jokowi kini tak lagi didukung oleh rakyat yang dulu mengusungnya sebagai presiden.

Ironisnya ini terjadi menjelang 100 hari dirinya menjadi Presiden.


The Economist melihat, pemerintahan Jokowi mulai ditinggalkan lantaran rakyat kecewa melihat Jokowi memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan, seorang tersangka kasus korupsi, sebagai calon Kepala Polri.

“Relawan mengingatkan janji Jokowi memilih calon yang bersih, dan mengancam akan turun ke jalan jika janji itu diingkari,” demikian ditulis The Economist yang terbit pada Sabtu, 24 Januari 2015 itu.

Media ini juga menyoroti sikap Jokowi yang terkesan ragu-ragu, apakah berpihak ke relawan atau PDI Perjuangan, partai yang mengusung Budi Gunawan. Sikap ini terlihat ketika Jokowi memutuskan menunda pelantikan Budi Gunawan. “Bukan membatalkan pelantikan.”

Selain itu, The Economist juga menyoroti kebijakan-kebijakan Jokowi yang dinilai berani. Misalnya menolak grasi terpidana mati kasus narkotik dan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan di perairan Indonesia. Kebijakan ini membuat sejumlah negara resah.

Singkatnya, The Economist menyebut Jokowi kini terkepung, bukan hanya oleh negara asing, namun juga parlemen dan rakyatnya sendiri.

Sebelumnya, The New York Times menurunkan artikel berjudul For Indonesians, President’s Political Outsider Status Loses Its Luster yang ditulis Kolumnis Joe Cochrane, Jumat, 16 Januari 2015. Dalam artikel itu dipaparkan Jokowi telah membuat banyak blunder sehingga citranya mulai merosot.

Kiprah kepemimpinan Jokowi dinilai tidak independent dan mudah terpengaruh kepentingan elit politik pendukungnya. Dalam hal ini, Megawati Soekarnoputri dan PDI P jadi pihak yang paling banyak mempengaruhi keputusan politik Jokowi.

Jokowi digambarkan sebagai political outside yang merupakan sebutan bagi seseorang yang memegang jabatan penting yang mampu mengguncang sistem yang sudah ada, mengubah hal yang tak bisa diubah serta memberi angin segar dan membawa harapan bagi konstituennya.

Artikel tersebut juga mengulas dukungan ke Jokowi adalah harapan besar dari rakyat yang meyakini eks-Wali Kota Solo itu sebagai simbol kerakyatan.[*]