[Kisruh KPK - Polri] Perlukah Imunitas KPK?


Penetapan Wakil Ketua (Non aktif) KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka oleh Mabes Polri memantik wacana pemberian hak imunitas bagi Komisioner KPK. Beberapa pihak mendorong Presiden menerbitkan Perppu KPK terkait hak imunitas. Ide benar atau keblinger?

Gagasan pemberian hak imunitas terhadap KPK dimunculkan pihak-pihak yang menilai proses hukum yang menimpa Bambang Widjojanto merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kerja komisioner KPK. Apalagi, belakangan sejumlah komisioner juga dilaporkan ke Mabes Polri.

Seperti Ketua KPK Abraham Samad yang dilaporkan melanggar Pasal 36 UU No 30 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Korupsi. Begitu juga dengan Adnan Pandu Praja dilaporkan terkait kasus pada tahun 2006. Ia dituding merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan akta notaris palsu dengan dituding merampas saham milik warga dan pesantren.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mewacanakan agar pimpinan serta pegawai KPK selama menjabat agar mendapat hak imunitas. Tujuannya untuk menguatkan lembaga antiikorupsi.

"Ini penting untuk menguatkan lembaga dan menjamin independensi," ujar Denny.

Guru besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengusulkan agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK terkait pemberian hak imunitas kepada para komisioner KPK dan para pegawainya. Menurut dia, hak serupa juga diterima komisioner KPK di luar negeri.

Hanya saja, kata Denny, hal itu berlaku saat melaksanakan tugas.

"Berlaku selama menjabat dan dalam konteks melaksanakan tugas, dengan sedikit pengecualian, misalnya tertangkap tangan melakukan korupsi," urai Denny.

Sementara Ketua Komisi Hukum DPR RI Aziz Syamsudin tidak setuju dengan gagasan tersebut. Menurut dia, usulan itu sama saja melanggar asas kesamaan hukum yang berlaku universal.

"Ini juga melanggar konstitusi di Pasal 27 UUD 1945 tentang persamaan hukum," sebut Aziz di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin 26 Januari 2015.

Menurut dia, penerapan imunitas harus hati-hati. Menurut dia, ide ini menabrak sejumlah aturan perundang-undangan. Ia menyebut, ide tersebut bila diterapkan akan menabrak UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

"Itu tidak tepat diterapkan karena melanggar UU," imbuh Aziz.

Ia menjelaskan penerapan hak imunitas yang dimiliki anggota DPR terkait saat melaksanaan hak konstitusional di DPR. Meski memiliki hak imunitas, anggota DPR tetap dijerat delik pidana bila melanggar aturan perundang-undangan.

Wacana hak imunitas saat ini memang terdengar populis di tengah sejumlah upaya hukum yang menimpa komisioner KPK. Namun, sejatinya bila dirunut dari persoalan yang muncul yang menimpa para pimpinan KPK terkait dengan kasus lama jauh sebelum menjabat sebagai pimpinan.

Wacana ini justru tampak berlebihan. Bila bicara kriminalisasi sejatinya bakal menimpa pada siapapun tak terkecuali rakyat biasa. Pokok dari persoalan kriminalisasi ini bersumber dari penegakan aturan oleh aparat penegak hukum. Bila aparat penegak hukum taat asas dan aturan, kriminalisasi tidak pernah terjadi. Jadi, mengapa risih bila bersih. [mdr/fs]