"Sayonara, Ahok"


Ahok sisa 44,5%. Itulah hasil survey sebuah lembaga yang dipublikasikan seorang kawan saya yang mendukungnya di wall FB-nya. Sumbernya Kompas pula.

Angka 44,5% itu menunjukkan lampu kuning bagi Ahok. Mengapa? Ia adalah petahana. Elektabilitas di bawah 50% bagi seorang petahana adalah gawat. Apabila ruang margin kesalahan (Margin of Error) dari survey itu, yang adalah 4,9%, katakanlah menjadi milik Ahok, capaian totalnya masih juga di bawah 50%. Apabila ruang itu ternyata bukan punya Ahok, lebih parah lagi. Elektabilitasnya sudah di bawah 40%.

Terlepas dari siapa yang memesan survey tersebut, angka 44,5% itu berarti penurunan dari modal awal. Ahok, meskipun menjadi Gubernur atas tiket Joko Widodo, memiliki modal awal 53,8%. Angka ini adalah capaian suara Joko Widodo - Ahok. Artinya, suara Ahok sekarang merosot hampir 10%. Nyaris 2 digit, penurunannya.

Sekuat apa pun Ahok mencoba menjauh dari citranya sebagai seorang yang kasar dalam bertutur, menghardik orang kecil, sampai menunjuk-nunjuk Lembaga Tinggi Negara, akan sulit untuk mengerem laju penurunan elektabilitas itu. Mengapa? Bukan lagi soal kasar tutur, tetapi menyangkut isu Sumber Waras. Masyarakat tidak buta. KPK (yang sekarang jinak) boleh saja mengatakan "belum menemukan". Tetapi, hasil audit BPK sangat jelas mengatakan sebaliknya. Andai saja BPK memiliki kewenangan penindakan, maka Ahok selesai.

Trus, mau dongkrak pake cara apalagi elektabilitasnya? Markas "Teman"nya ada di aset pemda mau dipoles dengan bahasa PR tingkat bagaimana pun juga, itu barang susah diperbaiki. Mau cerita Waduk Pluit, Monas, Tanah Abang? Basi. Orang sudah bosan. Tontonlah film kesukaan anda berulang kali, tiap hari... Kadar kepuasaan anda akan menurun.

Lalu? Bagi para pendukungnya, bersiaplah untuk "Sayonara, Ahok".

-Canny Watae-