Warga Muslim Amerika Turut Berperan dalam Mengatasi Banjir "Bersejarah" di Lousiana


Warga muslim Amerika yang terhimpun dalam Islamic Relief USA ikut bergabung untuk mengatasi bencana banjir yang "bersejarah" di Lousiana. Dikatakan "bersejarah" karena banjir tersebut telah melanda negara bagian tersebut dan memaksa 20.000 warganya untuk meninggalkan rumah demi menyelamatkan diri.

Islamic Relief USA berujar bahwa mereka telah mengirimkan 60 relawan terlatih untuk membantu disaat kondisi darurat dan telah berkoordinasi dengan Palang Merah Amerika Serikat.

Pada awal bulan Maret 2016, pemerintah federal mengumumkan situasi gawat darurat bencana di Lousiana dan membuat pihak Department of Homeland Security's Federal Emergency Management Agency menyediakan bantuan pemulihan.

Islamic Relief USA yang berbasis di Virginia menambahkan, selain menyediakan 60 relawan, yayasan tersebut juga mengadakan bantuan finansial dan kerja sama dengan organisasi amal lain seperti Catholic and Southern Batist agar mampu menjangkau sasaran seluas mungkin.

Hani Hamwi, manager tim tanggap bencana Islamic Relief USA berkata, "Ini merupakan hal yang sangat penting bagi kami untuk secara cepat dan efektif dalam merespon bencana yang terjadi karena akan sangat banyak warga yang membutuhkan bantuan."

"Ini merupakan kewajiban kami untuk membantu para tetangga kami yang membutuhkan dan akan melakukan apapun semampu kami untuk memastikan bahwa bantuan tersampaikan kepada mereka yang membutuhkan."

Korban Kampanye Anti-Islam

Namun kampanye kandidat pilpres yang sedang berlangsung di USA membuat Lembaga sosial kemanusiaan Islamic Relief USA untuk pertama kalinya selama lima tahun, keberadaan mereka ditolak oleh beberapa orang.

Untuk pertama kalinya selama lima tahun yayasan tersebut mengurus bencana di Amerika Serikat (AS), dikatakan bahwa beberapa warga AS bersikap tidak ramah yang disinyalir merupakan dampak meningkatnya sentimen anti-muslim yang lantang disuarakan oleh beberapa senator Partai Republik (yang juga merupakan calon presiden AS ).

Christina Tobias-Nahl mengatakan kepada The Independent bahwa reaksi negatif terhadap Islamic Relief USA merupakan dampak kampanye anti-muslim yang sering dilontarkan Donald Trump dan Ted Cruz. Cruz menyerukan agar dilakukan penjagaan ketat terhadap komunitas muslim AS, sedangkan Trump mengatakan perlunya ditetapkan larangan masuknya muslim ke AS.

"Kami merespon adanya bencana dengan aksi amal yang kami lakukan dan kini gerak kami dibatasi dengan sentimen negatif tersebut. Tetapi kami tetap meyakini ajaran agama kami dan menunjukkan bahwa ajaran Islam yang kami anut memerintahkan untuk membantu mereka yang membutuhkan." Ujarnya.

Islamic Relief telah bekerja sama dengan berbagai lembaga palang merah AS untuk berbagai situasi bencana di seluruh penjuru AS. Pada tahun 2014, yayasan tersebut menandatangani MoU dengan palang merah AS dan merupakan kerja sama pertama yang terjalin secara formal antara palang merah dengan organisasi muslim di AS.

Sejak didirikan tahun 2011, Islamic Relief USA telah mengirimkan 24 tim relawan di berbagai lokasi bencana di AS dan tersertifikasi pada 2500 responden. Namun Tobias-Nahl mengatakan bahwa untuk pertama kalinya dalam lima tahun, timnya mendapatkan penolakan dan sentimen anti-muslim.

"Di beberapa negara bagian dimana tim kami diterjunkan, tidak semuanya menyambut kami dengan baik. Hal tersebut mengejutkan kami. Secara umum warga AS mengetahui bahwa kami berasal dari sebuah organisasi amal. Tetapi beberapa orang mengatakan bahwa mereka tidak menghendaki keberadaan kami di sana." Ujar Tobias-Nahl.

Ketika ditanyakan kepadanya apakah penyebab penolakan tersebut, ia menjawab, "Karena sentimen anti-muslim tersebut."

Tobias-Nahl mengatakan bahwa para relawan telah berdiskusi apakah mereka tetap melanjutkan kegiatan amal mereka atau tidak dan keputusannya adalah mereka akan tetap berada di Lousiana untuk terus memberikan bantuan.

"Kami akan tetap tinggal (untuk melanjutkan)." Katanya. Lalu ia melanjutkan, "Kami berharap bahwa orang-orang tersebut akan mengubah perspektif mereka terhadap kami."

Sumber: independent.co.uk