Wali Kota Pontianak: Kalau Ada Kepala Dinas atau Camat Merokok, Langsung Saya Ganti


Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengajak para orangtua untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya asap rokok.

Hal tersebut harus terus dikampanyekan mulai dari lingkungan rumah tangga hingga di tempat-tempat umum.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, di Rumah Sakit Khusus Paru-paru, tercatat lebih dari 2.900 orang yang diterapi dikarenakan suspect Tuberculosis (TBC).

Dari jumlah itu, 82 persen di antaranya terpapar akibat menghisap asap rokok (perokok pasif), baik secara langsung maupun tidak langsung atau lebih dikenal perokok aktif dan pasif. Lebih dari 60 persen adalah perokok pasif.

"Anak-anak itu jangan sampai terpapar asap rokok makanya dari sejak dini anak-anak sudah harus kita lindungi. Jangan sampai mereka terhirup asap rokok. Harus sering mengampanyekan ini di rumah," ujarnya, Kamis (24/3/2016).

Midji memastikan seluruh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak ada lagi yang merokok. Hal ini diwujudkannya dengan memberikan pilihan kepada pemangku jabatan yang ada.

"Kalau masih merokok dia harus memilih antara mempertahankan jabatannya atau menolak berhenti merokok dengan konsekuensi jabatannya dicopot. Kalau ada kepala SKPD atau camat yang masih merokok, beritahu saya, saya pastikan langsung saya ganti," ancamnya.

Menurutnya, aktivitas merokok bisa mempengaruhi efisiensi waktu kerja. Bila sebatang rokok ia meluangkan waktu selama 6 menit, dikalikan 20 batang maka waktu yang terbuang hanya sekadar untuk merokok selama 120 menit atau 2 jam.

"Artinya 2 jam itu yang seharusnya dimanfaatkan untuk dia bekerja, terbuang hanya untuk dia merokok," jelasnya.

Tak hanya di jajarannya saja, Sutarmidji juga menegaskan, tidak memasukkan keluarga miskin yang perokok dalam daftar keluarga penerima bantuan cadangan pangan dari Pemkot Pontiananak.

Alasannya, mereka masih dikategorikan mampu sebab untuk membeli sebungkus rokok, sebut saja seharga Rp 13 ribu per bungkus dikalikan 30 hari, artinya orang tersebut sanggup menghabiskan sekitar Rp 400 ribu per bulan untuk membeli rokok.

Sementara bantuan cadangan pangan sebanyak 15 kilogram beras hanya senilai Rp 150 ribu. "Masak untuk membeli rokok sanggup tetapi untuk beli beras tidak. Bahkan saya ancam juga kalau masih saja dia merokok, pendidikan anaknya yang selama ini gratis, kita suruh bayar," pungkasnya.

Sumber: pontianak.tribunnews.com