SURATMI & JET LI
[Tentang Otopsi, Pembuktian Kecurangan dan Nilai-nilai Keadilan]
Kisah Suratmi yang menuntut keadilan dengan meminta otopsi pada jenazah suaminya, Siyono, mirip dengan cerita dalam film Fist of Legend (1994) yang dibintangi Jet Li.
Fist of Legend ini bercerita tentang Master Huo Yuan-jia yang merupakan pendiri perguruan silat Jing Wu dianggap membahayakan rencana invansi Jepang ke daratan Cina karena posisinya yang dihormati berbagai kalangan. Oleh karena itu, pihak Jepang berusaha membunuhnya.
Akhirnya Huo Yuan-jia tewas di tangan Akutagawa dalam sebuah pertarungan resmi antar perguruan beladiri. Salah satu murid Master Huo, Chen Zhen (Jet Li) yang sedang belajar di Jepang untuk menjadi insinyur, ia pun segera pulang ke daratan China meninggalkan seorang gadis Jepang kekasihnya, Mitsuko Yamada (Shinobu Nakayama). Chen Zhen tidak percaya gurunya bisa kalah di tangan Akutagawa, sehingga menantang Akutagawa untuk mengembalikan reputasi perguruan Jing Wu, dan ternyata Akutagawa dengan mudah dikalahkannya. Fakta ini membuat kecurigaan Chen Zhen pun semakin bertambah bahwa master Huo tewas karena ada kecurangan dalam pertarungan.
Untuk memastikannya, jenazah gurunya diangkat untuk diotopsi. Ternyata dugaannya terbukti karena Master Huo Yuan-jia diracuni seseorang agar kalah di tangan Akutagawa.
Suratmi begitu yakin bahwa Siyono tidak terlibat dalam kegiatan terorisme dan kematian Siyono diyakini pula tidak wajar sehingga dia meminta pemerintah untuk melakukan otopsi. Namun usulan itu dihalang-halangi bahkan Suratmi dikasih dua gepok "uang damai" dari pihak "berwenang".
Dalam menemukan keadilan ini, Suratmi tidak menantang Densus88 untuk duel karena tentu saja dia tidak punya ilmu kedigjayaan untuk melawan Densus88. Suratmi menghubungi organisasi Persyarikatan Muhammadiyah yang dipandang bisa memberikan pendampingan hukum secara adil.
Akankah Suratmi mampu membuktikan keyakinannya bahwa kematian Siyono adalah produk dari kecurangan "pertarungan" antara kebaikan dan keburukan?
Muhammadiyah sudah menyiapkan dokter-dokter yang dimilikinya untuk membantu Suratmi. Akankah otopsi akhirnya dilakukan secara ilmiah? Atau ketidakadilan ini akan seperti dongeng ketidakadilan yang lain: tutup buku dan menguap tanpa jejak kebenaran? Wallahu a'lam.
(Rudi Rosidi)