Menarik Benang Merah Antara AHOK, Veronika Tan dan Kartini Muljadi di Sumber Waras

(Veronika Tan dan rencana pembangunan RS Khusus Kanker. Sumber Kompas.com)

Pada awal Mei 2013, Veronica Tan yang merupakan istri AHOK dilantik menjadi Ketua Yayasan Kanker Indonesia Wilayah DKI Jakarta.

Sejak saat itu, Veronica Tan dengan senyum khasnya yang menawan sering mengungkapkan mimpinya agar Jakarta memiliki rumah sakit khusus kanker sendiri. Tentunya sebuah mimpi yang sangat mulia. Meskipun di Jakarta sudah ada 5 rumah sakit yang mampu menangani pasien kanker, tapi menurut Veronica Tan, Jakarta tetap membutuhkan rumah sakit khusus kanker untuk mengurangi beban kelima rumah sakit yang sudah ada.

Dan betapa bahagianya Veronica Tan, ketika mengetahui bahwa AHOK, sang suami tercinta ingin segera mewujudkan mimpinya tersebut dengan membeli lahan Sumber Waras. Tak tanggung-tanggung demi membahagiakan istri tercinta, AHOK bahkan berani melakukan pertemuan secara langsung dengan pemilik lahan Sumber Waras untuk negosiasi.

Menurut Veronica Tan, pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta memang khusus dipersembahkan oleh AHOK untuk membangun rumah sakit khusus kanker yang akan dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta.

(gbr: Disposisi AHOk untuk mengganggarkan pembelian lahan Sumber Waras)

Pernyataan Veronica Tan tersebut terekam dengan sangat jelas dan terang benderang di Kompas.com pada Selasa, 20 Januari 2015 dengan judul berita “Veronica Ahok Ingin Pemprov DKI Bangun RSUD Khusus Kanker”.

Dalam artikelnya, Kompas menyampaikan bahwa menurut Veronica sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta memiliki RSUD khusus untuk melayani warga Jakarta yang terkena penyakit kanker. Bahkan yang sangat luar biasa, Veronica mampu mengetahui secara detail rencana pembangunan rumah sakit kanker oleh Pemprov DKI Jakarta lengkap dengan besaran anggarannya.

"RSUD khusus kanker ditargetkan dapat dioperasikan pada tahun 2017 mendatang. Sambil menunggu pembangunan fisik dimulai, kita akan membangun sumber daya manusia dulu," kata Veronica dalam acara penandatanganan nota kesepakatan (MOU) mengenai perawatan paliatif kanker antara YKI DKI Jakarta bersama Singapore International Foundation (SIF) dan Rachel House Foundation, di Balai Kota, Jakarta, Selasa (20/1/2015).

Lebih lanjut, Veronika juga mengungkapkan bahwa RSUD khusus kanker tersebut akan dibangun diatas lahan seluas 3,7 hektare yang terletak tepat di sebelah RS Sumber Waras. Lahan tersebut telah dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta seharga Rp750 miliar dengan anggaran tahun lalu (APBD 2014/pen) (Kontan.com, Selasa 20/1/2015).

Sayangnya, ketika mimpi Veronika untuk membangun RSUD khusus kanker hampir diwujudkan oleh suami tercintanya, BPK justru “menghadangnya”. Dalam laporan hasil audit yang disampaikan di DPRD DKI Jakarta dengan sangat jelas disebutkan bahwa pembelian lahan Sumber Waras diindikasikan merugikan keuangan daerah sebesar Rp 191,334 miliar. Menurut BPK, pembelian lahan Sumber Waras harus dibatalkan karena sarat dengan permasalahan.

Tentu saja temuan BPK terkait lahan Sumber Waras membuat AHOK meradang. Jika pada tahun sebelumnya AHOK memuji kinerja BPK yang memberikan raport merah pada keuangan Pemprov DKI dan menyebutnya sebagai kado ultah yang spesial, kini dengan raport yang sama-sama merah AHOK tak kuasa lagi menebar ancamannya. AHOK menuding ada "kongkalikong" antara DPRD dan BPK. AHOK juga menuduh, BPK menggunakan standar ganda dalam melakukan auditnya. AHOK tetap ngotot pada keputusannya untuk membeli lahan Sumber Waras karena sudah sesuai dengan harga NJOP.

(Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK R. Yudi Ramdan Budiman)

Yudi Ramdan, selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK dengan tegas mengatakan bahwa BPK tidak hanya menyoroti harga tanah dan nilai jual obyek pajak, tapi masalah prosesnya. Menurut Yudi seperti dikutip oleh Tempo.co, Rabu 8 Juli 2015, ada banyak faktor yang menyebabkan pembelian lahan Sumber Waras dinilai bermasalah oleh BPK di antaranya:

Pertama, Proses pengadaan tanah Sumber Waras cacat procedural karena bukan diusulkan oleh SKPD melainkan atas inisiatif dan negosiasi langsung antara pemilik tanah dengan Plt Gubernur, AHOK.

Kedua, Disposisi AHOK yang memerintahkan Kepala Bappeda untuk menganggarkan pembelian tanah Sumber Waras menggunakan APBD-P diduga telah melanggar UU Nomor 19/2012, Perpres Nomor 71/2012 dan Peraturan Mendagri Nomor 13/2006.

Ketiga, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai tidak melakukan studi kelayakan dan kajian teknis dalam penentuan lokasi. Terbukti tanah yang dibeli tidak memiliki akses untuk masuk, tidak siap bangun, langganan banjir dan bukan berada di Jl. Kiai Tapa melainkan di Jl. Tomang.

Keempat, Pembelian tanah masih terikat perjanjian jual-beli antara PT Ciputra Karya Uunggul (CKU) dengan Sumber Waras dimana PT CKU telah menyerahkan uang muka senilai Rp 50 milyar kepada Sumber Waras. BPK juga menemukan fakta bahwa harga yang dibeli oleh PT CKU jauh lebih murah yaitu Rp 15,5 juta per m2. Sedangkan Pemprov DKI Jakarta membeli dengan harga Rp. 20.755.000 per m2.

Kelima, Pihak Sumber Waras menyerahkan akta pelepasan hak pembayaran sebelum melunasi tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB)

Keenam, Adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp. 191.334.550.000 (dari selisih harga beli antara Pemprov DKI dengan PT CKU) atau Rp. 484.617.100.000 (dari selisih harga beli dengan nilai aset setelah dibeli karena perbedaan NJOP). Saat beli dari pihak Sumber Waras, Pemprov DKI menggunakan NJOP di Jl. Kiai Tapa dengan harga Rp. 20.755.000 per m2, tapi faktanya lokasi tanah berada di Jl Tomang Utara yang harga NJOP-nya Rp Rp 7,44 juta per m2.

Setelah banyak menerima laporan dari masyarakat, KPK telah memerintahkan kepada BPK untuk melakukan audit investigasi. Tujuannya untuk menemukan inisiator sekaligus pihak-pihak yang harus bertanggungjawab terkait timbulnya kerugian keuangan daerah dan menemukan ada tidaknya tindak pidana korupsi. Sumber di BPK menyatakan bahwa audit investigasi terkait Sumber Waras sudah memasuki babak akhir untuk finalisasi dan hasilnya akan segera diserahkan ke KPK.

Antara AHOK, Veronika dan Kartini Muljadi

Dibalik gaduhnya untuk mewujudkan mimpi Veronica Tan terkait rumah sakit khusus kanker di lahan Sumber Waras, ternyata ada korban lain yang luput dari perhatian publik. Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) yang aslinya bernama Sin Ming Hui “dipaksa” masuk dalam pusaran "kegaduhan" oleh konglomerat Kartini Muljadi.

Sin Ming Hui berdiri pertamakali tahun 1946 dengan anggota 9 orang Tionghoa yang bekerja di harian Sin Po dan Keng Po. Pendirian Sin Ming Hui dilandasi cita-cita luhur para anggotanya untuk mengabdi kepada Indonesia di bidang sosial kemasyarakatan dengan menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat. Cita-cita Sin Ming Hui akhirnya terwujud dengan berdirinya Rumah Sakit Sin Ming Hui yang dananya berasal dari sumbangan masyarakat Tionghoa. Saat itu dana masyarakat yang terkumpul mencapai Rp. 1,034,703.07.

(Daftar Penyumbang Sin Ming Hui (Sumber Kompasiana))

RS Sin Ming Hui yang kini berubah nama menjadi RS Sumber Waras dibangun menggunakan dana sumbangan masyarakat Tionghoa. Tanah tersebut dibeli dari Ny. Oey Han Nio seharga Rp 1/m2 dengan total biaya Rp 80,000. Pendiri Sin Ming Hui dapat membeli tanah tersebut dengan sangat murah karena Ny. Oey Han Nio sangat mendukung cita-cita mulia Sin Ming Hui untuk mengabdi kepada masyarakat.

Surat tanah tersebut oleh pendiri sengaja dipecah dua, satu dalam bentuk hak milik atas nama Perkumpulan Sin Ming Hui dan satu lagi bentuk HGB atas nama Yayasan Rumah Sakit Sin Ming Hui, dengan maksud agar kelak bila RS menjadi besar, tidak melupakan Perhimpunan Sosial Candra Naya sebagai induknya (Kompasiana, 14-9-2015).

Nah, tanah yang dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta bersertifikat HGB yang akan habis 26 Mei 2018 dan secara fisik lokasinya di Jalan Tomang Utara. Sedangkan tanah yang berada di Jalan Kyai Tapa ber-Sertifikat Hak Milik dan saat ini sedang disengketakan di pengadilan antara Perhimpunan Sosial Candra Naya (Sin Ming Hui) yang dipimpin oleh I Wayan Suparmin dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang dipimpin Kartini Muljadi.

(Ketua PSCN I Wayan Suparmin (Sumber sayang.com))

Dari sejarahnya tercatat dengan sangat jelas dan terang benderang bahwa berdirinya RS Sin Ming Hui (RS Sumber Waras) merupakan sumbangan masyarakat Tionghoa yang tergabung dalam Sin Ming Hui. Bahkan nama Sumber Waras sendiri merupakan nama yang istimewa, karena berasal dari singkatan “SUMbangan BERasal WARga ASing”. Ironisnya, mengapa kini tanah YKSW dan RS Sumber Waras bisa dikuasai oleh konglomerat Kartini Muljadi.

Bahkan Ketua Perhimpunan Sosial Candra Naya, I Wayan Suparmin terpaksa harus mendekam di penjara karena dituduh melakukan penggelapan sertifikat milik Perhimpunan Sosial Candra Naya (Sin Ming Hui) oleh Kartini Muljadi. Aneh tapi nyata.

Sungguh ironis, Perhimpunan Sosial Candra Naya yang berdiri diawal kemerdekaan dengan mengusung cita-cita mulia untuk membantu masyarakat yang tertindas, kini justru menjadi korban penindasan. Dan lebih tragis lagi karena yang melakukan penindasan adalah dari golongan mereka sendiri yang kebetulan saat ini sedang memegang kekuasaan. Nah loh...

Sumber: Kompasiana