Peningkatan Nilai Rupiah Karena Masuknya Uang Panas (Hot Money)


[Analis: Sigid Kusumowidagdo]

Bulan terakhir ini uang rupiah menguat mendekati Rp 13.200 per dolar AS karena masuknya "uang panas" sampai Rp 35 Triliun mulai tahun ini sampai akhir Pebruari 2016.

Masuknya uang panas melalui pasar saham (bursa) dan pasar Surat Beharga Negara atau Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi [keterangan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo].

Apakah Uang Panas (Hot Money) itu?

Uang panas adalah "Dana yang mengalir antara pasar finansial (pasar saham, pasar uang) karena keinginan pemilik modal (investor) untuk mendapatkan suku bunga tertinggi jangka pendek (The highest short-term interest possible). Dana akan mengalir dari negara-negara yang hasil imbal jasa suku bunganya rendah (low-interest rate yielding countries) ke negara yang imbal jasa suku bungannya tinggi sehingga keuntungan besar diperoleh".

Sifat uang panas ini cepat masuk dan cepat keluar atau cepat berbalik arah sehingga rentan untuk pndah ke negara lain sesuai kebutuhan investor. Contoh di minggu ke 4 Pebruari 2016 saja telah ada arus balik ke luar negeri uang panas sebesar Rp. 1,9 Triliun.

(Baca Kontan edisi 4/3/2016 - Hot money deras, BI waspada jika berbalik)

Surat Utang Negara (SUN) Indonesia itu termasuk tertinggi bunganya. Contoh SUN seri SPN 12170203 yang dilelang 3 Pebruari 2016, jatuh tempo tahun 2031 bunganya 8.75 %. Bandingkan obligasi (SUN) pemerintah Jepang sebesar 19,42 miliar dolas AS di harga rata-rata 101,2 yen berbunga hanya 0,1% dengan imbal hasinya (yield) negatif (-) 0,024 %.

Perlu diingat juga 43% dari Obligasi atau SUN Indonesia yang bernilai Rp 1,345 Triliun dikuasai investor asing (luar negeri).

Obligasi atau SUN ini diterbitkan pemerintah untuk tujuan antara lain manambah Cadangan Devisa, menutup defisit APBN. Termasuk sebagian pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo.

Di kuartal IV 2015 utang luar negeri Indonesia sudah mencapai USD 310,7 miliar naik dari kuartal III 2015 yang bernilai sebesar USD 302,3.miliar. Kenaikan ini terjadi pada utang publik (pemerintah) sedangkan utang swasta menurun.

Perkiraan Bank Indonesia, defisit (current account deficit) Indonesia 2016 akan menjadi sebesar 2,7 % dari PDB. Rencana pemerintah untuk membangun banyak infrastruktur dengan utang luar negeri menimbulkan risiko tinggi terjadinya krisis keuangan jika tidak berhati-hati (prudent).