Berita kurang sedap mengenai kasus dugaan korupsi ketika Ahok masih berada di Belitung Timur, hingga penggantian namanya, semakin menguatkan dugaan bahwa Ahok melakukan tindakan hukum. Tapi lagi-lagi, berita tak sedap itu sulit memperoleh pembuktian akurat.
Dalam sebuah perbincangan dengan CEO media online terkemuka di Indonesia, dua orang jurnalis sempat bertanya mengapa Ahok bisa melenggang mulus seakan-akan tak memiliki kasus hukum. Lolos licin bagai belut. Salah seorang jurnalis bergumam, "Andai Ahok adalah kader partai Islam".
Gumaman tersebut rasanya kini cukup mewakili isi hati banyak kalangan aktivis dan umat muslim. Terlebih setelah dalam berbagai kasus hukum yang jelas-jelas memiliki bukti akurat, Ahok dapat lolos, bahkan berani berbalik menuding, menantang pihak yang menyodori bukti dan mengerahkan akun-akun pendukung di media sosial untuk membersihkan namanya.
Ramai-ramai kasus reklamasi, misalanya, kini hanya berlalu tanpa bekas setelah netizen diramaikan oleh isu bangkitnya PKI. Sungguh, kita adalah bangsa pelupa.
Contoh lain, menguapnya kasus kutak katik NJOP pembelian lahan RS Sumber Waras yang bisa ditepis dengan dalih seolah ingin membangun sebuah RS kanker bagi warga tak mampu. Sungguh, Ahok bak dewa penolong yang tak pantas diulik kesalahannya.
Begitu pun tertutupnya mata hati dan matinya logika saat Ahok bersembunyi di balik petantang petentengnya aparat yang menggusur perkampungan Luar Batang dan lokasi lain yang kemudian kita ketahui akan segera berubah wujud menjadi lahan properti bernilai fantastis.
Akankah Ahok bisa lolos dan menjadi dewa penolong andai dirinya kader partai Islam?
Rasanya tidak. Minimal, Ahok akan dijadikan bahan bully bertahun-tahun, dipermalukan, diseret ke persidangan dan dibuka seluruh aibnya, tanpa ada seorang pun yang mampu membela. Seakan dalam kehidupannya, tak ada satupun hal baik yang pernah dilakukan.
Ahok akan dipajang dalam meme-meme yang bertebaran di media sosial. Partai pendukungnya akan mengalami turbulensi hebat dan Ahok akan dijadikan pesakitan yang menghadapi sidang-sidang tanpa didampingi para pendukung yang sebelumnya mengelu-elukannya.
Seandainya Ahok adalah kader partai Islam, maka segala ucap "Nenek, tai, begolu semua, goblok, tolol, bangsat dll" akan menjadi bahan cemoohan seluruh netizen dan publik yang bahkan tadinya tak kenal siapa Ahok, bagai sebuah bumerang yang berbalik menampar wajahnya berkali-kali.
Sayangnya, Ahok bukan kader partai Islam. Maka segala kesalahannya seperti mendapat permakluman. Bahkan para pendukungnya bersegera menutup mata dan telinga, membunuh logika dan pasang badan membela Ahok tanpa pandang Ahok salah atau benar.
Lalu, bagaimana seharusnya kita memperlakukan Ahok?
Secara becanda, CEO media online tadi mengatakan, "Perlakukan Ahok sebagai kader terbaik sebuah partai Islam".
Kedua jurnalis tadi pun paham. Ini adalah sebuah kode agar para jurnalis dan publik membuka mata selebar-lebarnya, memperhatikan tiap celah terkecil agar tak terkecoh dengan setiap upaya Ahok dan para pendukungnya dalam mencitrakan Ahok sebagai sosok yang bersih, jujur dan peduli rakyat Jakarta.
"Buka mata, buka telinga, nyalakan logika." demikian pesan CEO tadi sebelum melangkah keluar meninggalkan pertemuan di pertengahan tahun 2012 itu. [*]