Aksi balik badan Tempo dan ICW semakin membuktikan tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik. Setelah bertahun-tahun sibuk membela dan menjadi corong pencitraan Ahok, kini Tempo dan ICW sepakat untuk kembali ke habitatnya sebagai kritikus pemerintah. Oposisi.
Tempo mengawali ‘permusuhannya’ dengan membeber 2 artikel panas “Penggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi" dan "Agung Podomoro Seret Ahok” yang langsung menohok Ahok. Ahok pun murka dan mengancam akan mempidanakan Tempo. Sayangnya, ancaman Ahok hanya OMDO alias omong doang.
Balik arahnya Tempo membuat murka buzzer Ahok di medsos. Akun @kurawa yang pernah diundang makan siang oleh Ahok pun menyerang Tempo secara membabi buta. Laporan keuangan Tempo dikuliti habis. Menurut @kurawa balik arahnya Tempo yang kini memilih menjadi ‘musuh’ Ahok disebabkan ‘kontrak politik’ mereka sudah habis. Masih menurut akun @kurawa, Tempo kemaruk karena ingin menikmati kue pilkada lebih besar.
Menjawab tudingan @kurawa, 2 petinggi Tempo merespon dengan sangat cerdas. Melalui akun @BudiSetyarso, Tempo menulis:
“Strategi buzzer ini kalap dan tdk rasional. Saya jd penasaran: apa yg mereka khawatirkan. Transaksi di Singapura? #kode”
“Dulu kader partai itu jg marah2 tak karuan. Tp tak berkutik begitu rekaman dibuka. Yg ini tunggu sj :) #kode lg”
Selain melalui akun @BudiSetyarso, Tempo juga merespon tudingan @kurawa melalui akun @arifz_tempo. Dalam cuitannya, Tempo menulis:
"Sebuah teori politik: jika tak bisa membantah pesan, persoalkan pembawa pesan. Kill the messenger #ehem"
Membaca respon petinggi Tempo yang sangat cerdas dan lugas, semakin meyakinkan saya bahwa Tempo benar-benar telah kembali ke jalan yang benar sebagai pilar ke-4 demokrasi. Menyajikan berita yang berimbang. Selain merespon dengan cuitan di twitter, Tempo juga menurunkan sebuah artikel yang lagi-lagi menohok Ahok “Wah, Ahok Akui Pernah Disumbang Rp 500 juta oleh Aguan”. Sebuah artikel yang menunjukkan hubungan spesial antara Ahok-Sunny-Aguan.
Kini para netizen menunggu investigasi Tempo terkait transaksi buzzer di Singapura yang melibatkan A+TA+K (kode @BudiSetyarso). Transaksi rahasia yang nilainya diperkirakan mencapai milyaran rupiah tersebut bertujuan untuk menyiapkan cyber army jelang pilkada lengkap dengan gizi dan fasilitasnya. Selama ini Tempo dikenal sebagai media investigasi dimana hasil investigasnya tidak pernah meleset.
Seperti tak mau ketinggalan, ICW pun boyongan mengikuti jejak Tempo, berbalik arah menjadi ‘musuh’ Ahok. Jika dalam kasus Sumber Waras, ICW menjadi jubir Ahok untuk menyerang BPK maka dalam kasus korupsi reklamasi ICW menjadi ujung tombak ‘menghabisi’ Ahok. Jika dalam kasus Sumber Waras, Ahok sering menjadikan ICW sebagai benteng pertahanannya, kini dalam kasus korupsi reklamasi Ahok harus siap menebar ancaman dan sumpah serapahnya pada ICW.
Banyak netizen yang mencurigai balik arahnya ICW disebabkan beredarnya rumor dari Pejaten yang menyatakan istana telah merestui Ahok menjadi TSK KPK. Rumor kolong meja tersebut menyatakan istana sudah tak mampu lagi menampung beban Ahok yang sudah terlalu berat. Menurut para netizen, balik arahnya ICW yang kini menjadi musuh Ahok lebih disebabkan karena ICW ingin cuci tangan agar tetap terlihat bersih. Jika ICW tetap menjadi jubir Ahok, kemudian Ahok ditetapkan menjadi TSK oleh KPK maka habislah reputasi dan mana besar ICW.
Semakin aneh lagi, perlawanan ICW dipimpin langsung oleh Donal Fariz yang selama ini terkenal paling konsisten membela Ahok. Tak tanggung-tanggung, menurut Donal Fariz dalam korupsi reklamasi Ahok sangat jelas telah melanggar aturan. Terang benderang, kontribusi tambahan tidak ada dasar hukumnya dan Ahok bisa kena. Hal yang sama persis dengan yang diungkapkan oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo.
Jelas ya, balik arahnya Tempo dan ICW semakin membuktikan tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik. Semuanya ingin cari selamat sendiri-sendiri.
Jadi santai aja bro...gak perlu pake emosi. Apalagi sampai menumpahkan sumpah serapahnya...mendingan ngakak bareng yuk hahahaha....
Penulis: Ken Hirai
Sumber: http://ift.tt/1P5jlMK