Turki akan menjadi tuan rumah sebuah acara yang akan mempertemukan ulama, akademisi, pakar astronomi islam dan pejabat untuk membahasa masalah sengketa yang banyak terjadi di dunia Muslim: Kesatuan Kalender Hijriyah.
Dilansir Daily Sabah, acara yang bertajuk "The International Hijri Calendar Unity Congress" ini akan berlangusng di Istanbul, Turki, pada 28-30 Mei mendatang.
Kongres ini sendiri merupakan puncak dari pekerjaan yang sudah dipersiapkan setahun yang lalu oleh "Dewan Ilmu" yang terdiri dari ulama dan ilmuwan dari Turki, Qatar, Yordania, Amerika Serikat, Eropa dan beberapa negara Muslim.
Dari Indonesia, pihak Muhammadiyah mengajak umat Islam mempersiapkan diri menggunakan Kalender Hijriyah Global yang dibahas para ulama dan pakar astronomi Islam dari berbagai negara pada pertemuan di Istanbul, Turki, tersebut.
“Dari belasan model telah mengerucut menjadi empat model yang akan diperkenalkan sebagai acuan penentuan tanggal Hijriyah,” kata Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah Dr HM Marifat Iman usai Seminar “Kalender Hijriyah Global: Sebuah Keniscayaan” di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) di Jakarta, Kamis (26/5), dikutip salam-online.
Model yang akan diputuskan itu, ungkapnya, adalah model yang akan berlaku umum untuk seluruh dunia, sehingga umat Islam tidak lagi terjebak dengan kalender yang bersifat lokal.
Sementara itu, Ketua Islamic Science Research Network (ISRN) Prof Tono Saksono PhD mengatakan, jika hilal sudah tampak di sebelah barat langit, maka berarti sudah terjadi ijtima’ (konjungsi) yang berlaku untuk seluruh dunia.
“Apakah hilal mulai terlihat di Amerika Latin, di Afrika atau di Samudera Pasifik, meskipun di suatu negara atau di Indonesia hilal tidak terlihat, maka sudah bisa ditetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal atau 1 Dzulhijjah secara global,” katanya.
Namun demikian, lanjutnya, hasil konferensi yang diinisiasi oleh Kementerian Agama Turki tersebut tidaklah mengikat untuk diterapkan di Indonesia atau negara lainnya.
Muhammadiyah pun, akunya, masih perlu waktu sangat panjang untuk menggunakannya, karena masih harus melalui pengkajian dan pembahasan di Majelis Tarjih dan Musyawarah Nasional.
“Tapi landasan ISRN adalah perlunya kesatuan waktu secara internasional seperti yang diamanatkan Muktamar Muhammadiyah di Makassar tahun lalu,” katanya.
Ia mencontohkan pentingnya penyatuan kalender Islam global itu misalnya terkait tanggal 9 Dzulhijjah yang merupakan pelaksanaan wukuf di Arafah.
“Kalau pelaksanaan Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah di Indonesia berbeda dengan Idul Adha dan wukuf di Arafah di Arab Saudi maka selalu jadi masalah,” katanya.
“Jika Kalender Hijriyah Global ini disepakati oleh kaum Muslimin dunia, maka umat Islam tidak perlu lagi menggunakan Kalender Gregorian sebagai patokan dan bisa membuat Kalender Hijriyah hingga ratusan tahun ke depan,” terangnya.