Pelajaran Bisnis Dibalik Pertempuran Nabi Daud AS vs Jalut


Pelajaran Bisnis
Dibalik Pertempuran Nabi Daud AS vs Jalut

by Rendy Saputra
(CEO KeKe Group)

Grafis diatas adalah tampilan video YouTube pada saat Saya mengisi pestawirausaha TDA Nasional. Diawal sesi, Saya mengangkat kisah Nabi Daud AS vs Jalut sebagai pondasi semangat hadapi MEA. Silakan menyaksikan. (https://youtu.be/vT5W1sCaTz4)

Kisah Nabi Daud vs Jalut adalah kisah klasik agama samawi. Dalam alkitab, kisah ini lebih dikenal dengan David vs Goliath. Semua agama samawi hampir senada tentang semangat ceritanya, menangnya sesosok manusia biasa melawan raksasa yang jauh lebih besar.

Kisah ini selalu menjadi metafora bagi sebuah pertarungan antara si kecil dengan si besar. Kisah ini selalu diangkat untuk dianalogikan dengan pertempuran si lemah dan si kuat. Hampir sebagian besar orang menganalogikan Daud sebagai sosok yang terbatas dari kekuatan dan Jalut diasosiasikan memiliki kekuatan yang besar.

Sebenarnya, setelah menyelami kisahnya, analogi tidak sepenuhnya benar.

Nabi Daud 'alaihissalam, menang dengan senjata ketapel. Sebuah batu melesat dengan kecepatan tinggi ke jidat Jalut. Seketika itupun Jalut tersungkur. Nabi Daud memenangkan pertandingan.

Kisah ini sebenarnya menunjukkan Nabi Daud yang lebih unggul dari Jalut. Besar kecil nya ukuran hanya menjadi ilusi. Mirip seperti bisnis, jangan begitu percaya dengan size.

Kisah ini sebenarnya mengajarkan kita tentang bagaimana ukuran yang kecil, ternyata bisa lebih lincah dari ukuran yang besar.

Kisah ini sebenarnya mengajarkan kita tentang bagaimana inovasi mampu mengalahkan hal-hal yang konvensional.

Kisah ini sebenarnya mengajarkan sudut pandang baru bagi seseorang yang dianggap "kecil".

Jepang dahulu gagah dengan pasokan barang elektroniknya ke seluruh dunia. Tiada orang yang tidak hormat pada nama besar Sony, hebatnya Panasonic, dan besarnya Toshiba.

Seiring waktu, perasaan "BESAR" ini kemudian perlahan menjadikan perusahaan-perusahaan samurai ini berguguran. Mereka merasa raksasa, namun mereka lupa bahwa raksasa "SULIT BERGERAK".

Perasaan besar ini seakan mematikan kreatifitas SDM-SDM perusahaan samurai. Mereka meyakini bahwa mereka yang terbaik, desain merekalah yang unggul, dan mereka penguasa pangsa pasar elektronik. Mereka merajai.

Tak disadari, Lee Kun Hee di Korea Selatan membangun mental sebagai Daud. Dia merasa kecil dan harus terus mencari cara menjatuhkan raksasa. Ada perasaan keterbatasan, ada perasaan bahwa dia harus berjuang lebih keras. Lee Kun Hee memperbaiki banyak hal di Samsung, keliling membawakan modul ke seluruh karyawan, berinvestasi pada temuan-temuan baru, dan BOOM!!! Samsung menggoyang negeri samurai.

Nokia merajai pasar mobile phone dunia. Generasi saya di tahun 2000an menyebut Nokia sebagai HP sejuta ummat. Konon satu negara Finlandia (negeri asal) dihidupi oleh Nokia.

Sang CEO akhirnya harus menyampaikan kebangkrutan Nokia. Terucap sebuah kalimat yang memiral di sosmed : "Kami tidak melakukan kesalahan sama sekali".

Iya, itulah mental raksasa, hanya berbuat yang terfikir olehnya, merasa puas dengan apa yang sudah dipunya. Berhenti berinovasi. Hanya melakukan apa yang biasa dikerjakan, dan BOOM.. android menghantam mereka.

Google punya fikiran berbeda, mereka sadar Nokia besar, maka mereka tidak bertempur pada ruang tempur Nokia, mereka membuat Android yang digratiskan ke semua orang, terserah gadgetnya apa. Dan Nokia masih yakin pada Symbian nya.

Itulah mental Daud. Mental terus merasa kecil, merasa masih butuh berfikir, berinovasi, tidak berdiam diri.

Saya bertemu dengan banyak pengusaha muda yang waras bisnisnya. Setiap saya bertemu mereka, selalu saja lisan mereka berbicara tentang perbaikan. Terus menerus seakan tidak cukup "OK" dengan pencapaian yang ada sekarang. Itulah mental Daud!

Sahabat, penting bagi kita untuk menghindarkan diri dari merasa Raksasa. Hentikan perasaan itu. Karena merasa "good" adalah hambatan untuk menjadi "great". Itu kata Jim Collins.

Waktu kita merasa besar, kita jadi sulit dengar pendapat orang lain. Padahal bisa saja perusahaan kita di ujung tanduk.

Waktu kita merasa besar, atau mungkin besar beneran, kita lupa bahwa besarmya ukuran ini akan berdampak pada kegesitan dalam bergerak. Kita lupa bahwa akan banyak perusahaan perusahaan kecil yang lebih gesit, yang mampu mendahului kita.

Waktu kita merasa besar, kita terkadang melangkah ke market dengan jumawa, padahal kita lupa orang bisa lesatkan batu ketapel ke kepala kita.

Bangunlah mental Nabi Daud. Seorang Nabi yang menyadari terbatas diri, seorang Nabi yang memutuskan melatih lesatan ketapel saat beternak, seorang Nabi yang meyakini kekuatan Rabbnya, seorang Nabi yang memahami taqdirnya: mengalahkan Jalut, agar terekam dalam sejarah, bagaimana "perasaan kecil" mampu menghantam "perasaan besar"

Selamat mendaudkan diri...

*****

Dapatkan broadcast whatsapp tulisan Saya setiap hari dengan mendaftar via WA ke 081288407094
Join Zid Club ke http://bit.ly/zidclub
Nonton video YouTube Saya tentang bagaimana menghadapi MEA di https://youtu.be/vT5W1sCaTz4