Oleh: Ustadz Musyafa*
Saya mendapatkan kiriman fikrah yang sangat luar biasa dari salah seorang masyayikh, fikrah tentang cara mengobati luka hati akibat disakiti dengan kata-kata oleh orang lain.
Perlu diketahui bahwa hati kita bisa “terluka” oleh kata-kata yang menyakitkan. Repotnya, kata-kata yang menyakitkan dan melukai itu bisa datang dari suami, atau istri, atau anak, atau orang tua, atau saudara, atau kerabat, atau teman, atau orang dekat, atau orang jauh. Intinya, bisa datang dari siapa saja. Bahkan, mungkin juga bisa datang dari binatang, beo atau semacamnya.
Jika satu kosa kata atau lebih ditujukan kepada kita, padahal itu adalah seseuatu yang menyakitkan, ia itu bagai duri, atau jarum, atau bahkan pisau atau lebih besar dari itu yang “menyayat” hati kita dan meninggalkan luka di sana, ringan, berat dan bahkan mendalam, yang juga bisa mengakibatkan kondisi dan keadaan yang lebih parah dari itu: bernanah, meradang dan membikin demam sekujur badan, tidak bisa tidur atau lebih dari itu.
Luka ringan dan berat ini biasa disebut dengan istilah: tidak suka, benci, mendongkol, emosi, marah, iri, dengki, permusuhan dan sifat-sifat serta akhlaq-akhlaq tercela lainnya.
Saya tidak ingin menulis lebih jauh tentang “luka” ini, sebab, yang lebih penting adalah bagaimana mengobati “luka” ini?
Bahkan, ada yang lebih penting dari “mengobati” luka itu, yaitu, bagaimana menjaga hati agar tidak terluka, sehingga tidak akan menimbulkan dampak-dampak lanjutan yang lebih berat dari sekedar luka tadi? Meskipun hati tersebut mendapatkan “serbuan” kosa kata tajam yang menyakitkan dan mestinya sangat melukai itu?
Kalau mau digampangkan, untuk menjaga hati agar tidak “terluka” saat mendapatkan serangan kosa kata yang menusuk dan melukai, gampangnya adalah bersabar, biarkan, anggap angina lalu dan maafkan pihak yang melukai itu.
Namun pertanyaannya, bagaimana cara kita membentuk jiwa yang bisa membiarkan dan mampu memaafkan saat mendapatkan serangan kosa kata yang melukai itu?
Kata syekh tersebut: Saya mendapatkan di dalam Al-Qur’an ada tiga tempat yang memberikan tempaan kepada kita untuk memiliki hati yang imun terhadap berbagai upaya menyakiti dan melukai, yaitu:
Pertama: Q.S. Al-Hijir ayat 97 – 99
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ . وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (الحجر: 97 – 99)
Dan sungguh Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud (shalat). Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu. (Q.S. Al-Hijir: 97 – 99).
Kedua: Q.S. Thaha ayat 130
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى (طه: 130)
Maka sabarlah engkau (Muhamad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam; dan bertasbihlah (pula) pada waktu tengah malam dan diujung siang hari, agar engkau menjadi ridha. (Q.S. Thaha: 130).
Ketiga: Q.S. Qaf ayat 39 – 40
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ . وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ (ق: 39 – 40)
Maka bersabarlah engkau (Muhamad) terhadap apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada malam hari dan setiap selesai shalat. (Q.S. Qaf: 39 – 40).
Dari ketiga tempat dalam Al-Qur’an ini, ada beberapa pelajaran terkait yang bisa kita garis bawahi, diantaranya:
1. Bahwa apa yang “mereka ucapkan” bisa membuat sesak dada, sebagaimana bisa membuat luka hati sebagaimana telah dibahas di awal tulisan ini.
2. Bahwa sakit hati itu dapat disembuhkan, dan bahkan hati itu dapat dibentengi dan dilindungi supaya memiliki imunitas terhadap segala ucapan yang menyakitkan.
3. Bahwa tingkat kesembuhan dari “luka hati” itu bisa sampai ke tingkatan “ridha”, la’allaka tardha.
4. Adapun cara mengobati hati yang terluka, atau cara membangun imunitas hati terhadap kemungkinan ma yaqulun (kosa kata mereka yang menyakitkan) adalah dengan cara bersabar.
5. Agar bisa bersabar, kita perlu komitmen dan konsisten dengan ubudiyah (penghambaan) kepada Allah SWT, wa’bud rabbaka, khususnya ibadah shalat, khususnya komitmen dan konsisten dengan pelaksanaan shalat fardhu, dan menambahnya dengan shalat sunnat, khususnya qiyamullail.
6. Menarik juga untuk dihayati, perintah ibadah, khususnya shalat, dan lebih khusus lagi shalat malam, dalam ayat-ayat di atas, dibahasakan dengan bahasa: bertasbih, dalam arti mensucikan Allah SWT, dan bertahmid, dalam arti memuji Allah SWT. Hal ini mengingatkan bahwa yang maha suci dan harus disucikan hanyalah Allah SWT. Begitu juga yang berhak dipuji hanyalah Allah SWT. Sedangkan kita, bukanlah makhluq yang perlu mendapatkan tasbih dan tahmid.
Ya Allah…
Bimbinglah kami untuk agar menjadi bagian dari orang-orang yang bersabar…
Ya Allah …
Tolong dan bantulah kami untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan ihsan dalam beribadah kepada-Mua, amin.
*Sumber: http://ift.tt/1R8zzDT