Meneropong KABINET BARU Turki Dibawah Pimpinan PM Binali Yildirim


Selasa (24/5) kemarin, Ahmet Davutoglu baru saja meninggalkan Istana Cankaya, kantor keperdana-menterian Turki. Ia pergi pada siang hari pasca menerima Binali Yildirim, sang perdana menteri baru yang telah membentuk kabinet pemerintahan barunya dengan cepat, hanya dua hari pasca terpilih sebagai ketua umum partai AKP yang baru pada Minggu (22/5/2016).

Kabinet pemerintahan Turki yang baru dibentuk dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan matang, karena mayoritas anggotanya merupakan orang-orang yang sebelumnya pernah menjabat sebagai menteri ataupun jabatan penting lain. Meski begitu, ada beberapa hal menarik dari kabinet Yildirim ini.

(1) Pertama adalah kembali ditunjuknya beberapa menteri eks kabinet Davutoglu ke posisi mereka yang sama. Deputi Perdana Menteri Numan Kurtulmus sebagai jurubicara pemerintah, Mehmet Simsek sebagai koordinator bidang perekonomian dan Tugrul Turkes koordinator administrasi-birokrasi.

Numan Kurtulmus merupakan teman Erdogan sebagai sesama kader gerakan Mili Gorus. Ia dikenal sebagai seorang yang diplomatis dan kompromistis.

Mehmet Simsek merupakan ‘murid’ atau penerus dari Begawan ekonomi Turki era AKP Ali Babacan, kembali ditunjuknya ia sebagai koordinator bidang perekonomian membuat lega pasar Turki dan semua kalangan. Ini juga pertanda bahwa Erdogan sebagai kepala pemerintahan de facto tidak ingin ‘bereksperimen’ didalam bidang perekonomian setidaknya untuk periode ini, apalagi Mehmet Simsek terbukti memegang pandangan/prinsip pro-disiplin fiskal dan reformasi struktural, bukan ekonom populis.

Tugrul Turkes sendiri merupakan pentolan nasionalis Turki, putra dari mendiang pemimpin legendaris kaum nasionalis Turki Alparslan Turkes, ia dianggap sebagai ‘suara’ dari kaum nasionalis Turki.

(2) Yang kedua adalah penggeseran beberapa menteri ke portofolio yang berbeda, diantaranya adalah digesernya Menhankam Ismet Yilmaz menjadi Mendiknas serta digesernya Menristek Fikri Isik menjadi Menhankam.

Ini dapat diartikan bahwa mulai dari sekarang, orientasi pendidikan Turki akan berbasis keamanan dan pertahanan nasional, juga fakta bahwa menteri baru adalah mantan Menhankam dapat diinterpretasikan sebagai upaya peningkatan disiplin di Kemendiknas.

Penggeseran Menristek sebagai Menhankam pun dapat diartikan bahwa pertahanan dan keamanan nasional Turki mulai sekarang akan mulai diorientasikan kepada riset dan teknologi. Hal ini demi menjamin kemandirian pertahanan dan keamanan nasional Turki serta mencapai target 100% swasembada material dan teknologi di bidang industry pertahanan dan keamanan pada 2023, sebuah target yang ditetapkan Erdogan.

(3) Terakhir, dicopotnya Volkan Bozkir dari jabatan Menteri Urusan Uni Eropa (UE) dan digantinya beliau dengan mantan jurubicara partai AKP Omer Celik merupakan pertanda diorientasikan ulangnya kebijakan Turki pada isu-isu Uni Eropa, yang selama ini dianggap belum mencapai hasil yang memuaskan.

Ketiga poin ini juga menggarisbawahi adanya perubahan paradigma pemerintahan dari kompromistis menjadi progresif dan berorientasi pada pencapaian target.

Perubahan paradigma ini ada kaitannya dengan perubahan Perdana Menteri dari Davutoglu yang berkarakter mirip seorang dosen dan diplomat kepada Yildirim yang berkarakter mirip seorang insinyur dan ‘orang lapangan’.

Di masa Davutoglu menjabat sebagai Perdana Menteri, ada beberapa perbedaan pendapat antara Erdogan dengan beliau.

- Berbeda dengan Erdogan, beliau menganggap bahwa para teroris komunis ‘PKK’ yang mengklaim diri mereka sebagai ‘perwakilan bangsa Kurdi di Turki’ dapat diajak berunding, terbukti dengan diteken-nya perjanjian Dolmabahce. Ia bahkan menganggap bahwa dukungan pada PKK merupakan bagian dari demokrasi, terbukti dengan kunjungannya ke beberapa media berita ‘kiri’ serta penolakannya untuk memperingatkan para akademisi yang mendukung PKK meski dukungan itu mengarah pada penggunaan kekerasan.

- Juga berbeda dengan Erdogan, Davutoglu awalnya meyakini bahwa rezim Assad dapat digulingkan melalui cara-cara damai dan perundingan, bukan melalui intervensi militer. Dikemudian hari pandangan beliau ini terbukti salah, karena Assad malah mengundang Rusia dan terus membombardir wilayah-wilayah oposisi tanpa pandang bulu.

- Lalu didalam negeri ia juga terkesan sangat kompromistis, terbukti dengan dipelankannya laju pembangunan berbagai proyek demi mengadopsi berbagai keinginan oposisi, bahkan bilapun keinginan itu dinilai merusak seperti proyek Kanal Istanbul yang pembangunannya sempat dibekukan.

- Belum dalam masalah amandemen konstitusi, Davutoglu memilih untuk sejalan dengan pandangan Uni Eropa, yang disaat memilih untuk melakukan perubahan konstitusi baik secara parsial maupun komprehensif pasca pemilu 2019.

Ini dianggap tidak sejalan atau memperlambat beberapa target pencapaian yang ingin dituntaskan Erdogan pada tahun 2023.

Ditengah fakta bahwa terjadi de facto pengumpulan kekuasaan yang serupa kuatnya baik pada institusi kepresidenan dan keperdana-menterian sehingga menimbulkan konflik siapa yang sebetulnya memiliki kuasa ‘lebih tinggi’, Davutoglu menyadari bahwa mayoritas akar rumput AKP lebih menyukai gaya pendekatan Erdogan yang berorientasi pada hasil.

Ia juga menyadari bahwa perbedaan gayanya dengan Erdogan sedikit banyak menjadi belenggu di kaki Turki dalam mencapai target 2023. Bukan dalam arti ia menghalangi proyek-proyek AKP, tapi perbedaan gaya ini mulai menimbulkan pertentangan bahkan hingga ke akar rumput.

Ditengah kondisi Turki yang cukup genting, AKP yang merupakan partai dominan atau tulang punggung Turki tak bisa (‘cannot afford’) ada perpecahan, sekecil apapun. Karena itulah, mungkin, dengan kesadaran akan hal ini Davutoglu memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua umum AKP dan perdana menteri.

Mohon jangan salah paham dengan Davutoglu. Ia adalah orang baik dengan niat yang baik. Ia merupakan seorang pria relijius yang berasal dari kampung kecil di Provinsi Konya yang dapat diibaratkan sebagai ‘ibu’nya Turki.

Ia besar di lingkungan orang-orang yang cinta ilmu, ditambah dengan budaya masyarakat Konya yang baik, ramah, kompromistis serta berusaha menjauhi konflik secara langsung. Mungkin ini yang secara alami membentuknya menjadi seorang diplomat.

Kini, Davutoglu digantikan oleh Binali Yildirim, seorang pria penuh ‘aksi’ yang dikenal berkarakter 'no nonsense', pekerja keras dan gigih dalam meraih target.

Prestasi Yildirim terbukti dalam selesainya banyak proyek-proyek ‘gila’ seperti jembatan Yavus Sultan Selim, terowongan-terowongan bawah laut di Bosporus, jaringan kereta cepat Istanbul-Eskisehir-Konya-Ankara, perluasan pemakaian teknologi 4.5 G serta banyak proyek lainnya.

(by @Mradytio)