Kemukjizatan Sastrawi Al-Qur'an


Jauhar Ridloni Marzuq
Bandar Seri Begawan, Brunei ·

Pertama melihat judul buku ini langsung tertarik ingin beli. Pas tanya harga, nyali sempat menciut. Maklum saja, buku ini terbitan IIIT (The International Institute of Islamic Thought) yang berpusat di USA, sehingga patokan harganya menggunakan US Dolar. Tapi karena sudah kadung penasaran, akhirnya saya beli juga.

Selama ini kajian tentang Kemukjizatan Sastrawi Al-Qur'an memang banyak yang mengulang apa yang sudah ada. Menurut Taha Jabir Alwani, adalah Dr Abdullah Diraz tokoh yang terakhir mampu menghadirkan paradigma baru dalam mengkaji kemukjizatan sastrawi Al-Qur'an. Setelah itu, hampir tidak ada. Yang ada hanyalah pengulangan apa yang telah ditulis oleh ulama-ulama klasik ratusan tahun lalu.

Karena itu, ketika buku ini mengklaim sebagai "i'aadatu qiraatil i'jaaz al-lughawi" alias "membaca ulang wacana kemukjizatan sastrawi Al-Qur'an", maka saya benar-benar penasaran.

Meski belum tamat saya baca, tapi saya akui buku ini memang membawa paradigma baru dalam mengkaji kemukjizatan sastrawi Al-Qur'an. Jika selama ini kemukjizatan sastrawi Al-Qur'an dipahami dengan adanya iijaaz, ithnab, tasybih, isti'aarah, dan lain sebagainya yang sangat mengagumkan, penulis dalam buku ini memaparkan bahwa kemujizatan sastrawi dalam Al-Qur'an terletak pada revolusi bahasa Arab yang dibawa oleh Al-Qur'an.

Ya, Al-Qur'an memang menggunakan bahasa Arab, tapi bahasa Arab yang dibawa oleh Al-Qur'an membawa kata, kalimat, makna, maksud, dan susunan baru yang tidak pernah digunakan oleh masyarakat Arab Jahiliah. Karena itu, penulis dalam buku ini seakan ingin membedakan antara bahasa Arab dan bahasa Al-Qur'an. Ini gua menunjukkan bahwa Al-Qur'an bukanlah produk budaya yang tunduk pada budaya setempat. Al-Quran justru merevolusi bahasa dan membuat tatanan budaya baru.

Meski bahasa Al-Qur'an itu tidak pernah digunakan, tapi terasa sangat menarik dan mengagumkan didengar. Padahal, biasanya, bahasa yang asing di telinga suatu masyarakat, ia akan terasa tidak enak didengar. Tapi ternyata tidak dengan Al-Qur'an. Dia asing, tapi nikmat didengar dan mengagumkan.

Itulah yang membuat orang seperti Utbah bin Rabiah* ketika mendengar Al-Qur'an langsung hampir pingsan. Dia tahu semua seluk beluk syair dan prosa Arab, tapi dia tidak menemukan itu dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an bukan syair, bukan prosa, bukan khutbah, bukan risalah, tapi kok mengagumkan. Kok enak didengar. Itulah yang membuat Al-Qur'an tida bisa ditandingi dan dibuat oleh siapapun. Demikian sekilas info.

Sumber: fb

***

Baca: [Kisah] Dialog Tokoh Sastrawan Arab Utbah bin Rabiah dengan Nabi Muhammad