Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan gejolak harga daging sapi menjadi ancaman bagi pelaku usaha, khususnya yang bergerak dalam pengelolaan daging. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang akhirnya berbuat kecurangan untuk mengantisipasi mahalnya daging sapi dengan cara mencampur babi.
"Pelaku usaha adalah pihak yang terancam jika ketersediaan daging sapi tidak stabil. Makanya banyak yang pakai daging celeng/babi. Yang disalahin siapa pasti pelaku usaha. Padahal yang harus disalahkan pemerintah kenapa tidak bisa mengontrol harga daging sapi," kata Sarman di kantor HIPMI, Jakarta, Rabu (24/2), seperti dilansir merdeka.com.
Dia mencatat, konsumsi daging sapi di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain, yakni hanya sebesar 2,61 juta ton per kapita per orang dalam setahun. Namun, harga yang dipatok untuk daging sapi di Indonesia lebih besar dari negara lain, yaitu bisa mencapai Rp 130 ribu per kilogram.
Menurut Sarman, hal ini lah yang harus diperhatikan oleh pemerintah, seperti dengan menjamin adanya ketersediaan daging sapi. Sebab selama ini pemerintah hanya mengandalkan sapi rakyat, bukan sapi ternak dari pengusaha.
Bahkan, kapal ternak yang disediakan pemerintah Jokowi pun hanya bisa menekan biaya transportasi dan mempercepat pengiriman, bukan menekan harga daging sapi itu sendiri.
"Tahun ini pemerintah menyediakan 6.075 ton atau 3,9 juta ekor yang bersumber dari lokal dan impor. Impor hanya 600 ribu ekor tahun ini. Ditambah 8.000 ton daging beku. Namun yang dipertanyakan sapi siapa yang dipakai. Pemerintah harus ada evaluasi," tutupnya.
Baca: Kapal "Sapi" Jokowi Bikin Negara Rugi