Daya Beli Turun, Omzet Pedagang Tanah Abang Anjlok 50%


Jakarta - Akibat penyerapan anggaran yang masih sangat minim menjelang akhir Semester I/2015, masih sekitar 22 persen, telah mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Dampaknya, omzet pedagang di Pasar Tanah Abang, Thamrin City, dan Pasar Glodok mengalami penurunan hingga 50 persen.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan, dirinya telah mendapatkan laporan dari Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) bahwa pedagang di tiga pasar pusat grosir telah mengalami penurunan omzet penjualan.

“Saya dapat laporan, omzet pedagang di Tanah Abang, Glodok, dan Thamrin City mengalami penurunan,” kata Djarot, di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (29/6).

Diungkapkannya, penurunan omzet pedagang di tiga pasar pusat grosir ini dikarenakan terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Hal itu disebabkan, masyarakat dihadapkan dua kebutuhan yang harus dipenuhi. Yaitu kebutuhan untuk lebaran dan kebutuhan untuk tahun ajaran baru.

Sebagian masyarakat, lebih mendahulukan memenuhi kebutuhan anak-anak mereka memasuki tahun ajaran baru. Artinya, mereka harus membeli keperluan sekolah anak-anaknya terlebih dahulu, baru memenuhi kebutuhan lebaran.

“Karena masyarakat mendahulukan kebutuhan anak sekolah daripada kebutuhan lebaran, seperti baju baru. Jadi omzet pedagang di Tanah Abang, Glodok, dan Thamrin City mengalami penurunan,” ujarnya.

Ketua Umum Hippi, Sarman Simanjorang, mengatakan Pemprov DKI Jakarta harus melihat fenomena daya beli masyarakat yang sangat menurun. Hal itu terlihat dari omzet penjualan pedagang di Pasar Tanah Abang menurun hingga 50 persen. Sedangkan omzet penjualan di Pasar Glodok dan Mangga Dua turun hingga 30 persen.

“Bahkan di salah satu bank di kawasan Tanah Abang yang kita survei, transaksi keuangan mereka turun hampir 60 persen,” kata Sarman.

Penyebab menurunnya daya beli warga Jakarta, ungkap Sarman, pertama, karena pertumbuhan ekonomi di Jakarta sangat lambat sekali. Penyerapan anggaran dalam APBD DKI 2015 yang baru mencapai 22 persen memberikan kontribusi besar terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi di Jakarta.

“Biasanya pada bulan-bulan ini, rekanan Pemprov DKI sudah menyelesaikan satu dua proyek. Tapi sekarang baru mulai proyeknya. Coba kita bandingkan rehab gedung dan jalan. Kalau jalan kan perputaran uangnya luar biasa. Membeli material bangunan dan memakai tenaga kerja. Tapi karena sekarang baru dimulai, uangnya belum berputar. Jadi penyerapan anggaran rendah punya andil untuk penurunan daya beli,” jelasnya.

Penyebab kedua, kondisi masuk tahun ajaran baru bersamaan dengan perayaan Lebaran. Akibatnya, warga harus memilih mana yang harus didahulukan. Ternyata, banyak masyarakat yang memilih mementingkan kebutuhan sekolah anak-anaknya daripada membeli baju baru untuk lebaran.

“Karena itu kita mengharapkan pak gubernur dan wakil gubernur agar dapat memelihara hubungan baik antara legislatif dan eksekutif. Sehingga pengesahan APBD DKI 2016 lebih cepat dan penyerapan anggaran lebih cepat. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi lebih baik,” paparnya.

Lenny Tristia Tambun/EPR

Sumber: http://ift.tt/1C2e8PK