Iqbal Al Assaad, Dokter Cantik yang Bermimpi Bisa Bantu Pengungsi Palestina


Iqbal Al Assaad adalah perempuan berdarah Palestina yang lahir dan besar di Lebanon. Kala melihat kamp-kamp pengungsi Palestina yang sangat membutuhkan sentuhan medis, Iqbal kecil bermimpi menjadi dokter. Kini, dia benar-benar menjadi dokter dan berharap bisa berbuat banyak untuk membantu para pengungsi Palestina.

Iqbal menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah saat berusia 12 tahun. Biokimia dan matematika dikuasainya dengan baik sebagai bekal untuk melanjutkan sekolah kedokteran. Kecemerlangan Iqbal di bidang akademis menyita perhatian menteri pendidikan Lebanon kala itu yang kemudian membantunya untuk mendapatkan beasiswa kedokteran di Qatar.

Di usia 20 tahun, Iqbal sukses menyelesaikan pendidikan kedokteran di Weill Cornell Medical College, Qatar, yang merupakan cabang dari kampus elite di AS. Disebut-sebut, perempuan cantik ini merupakan dokter paling muda di Arab.

“Impian saya adalah kembali (ke Lebanon) dan melakukan sesuatu untuk pengungsi Palestina di kamp-kamp, misalnya dengan membuka klinik gratis untuk mereka,” ujar Iqbal dikutip dari The National dan ditulis pada Senin (22/6/2015).

Iqbal pun berbahagia karena dirinya berkesempatan mengambil spesialisasi kedokteran anak. Dirinya lantas menjalani residensi di rumah sakit anak di Cleveland, Ohio, AS. Demikian dikutip dari alray.ps

Nantinya, dia berencana mendedikasikan dirinya di Qatar, negara yang telah memberinya banyak peluang. Namun demikian, Iqbal akan terus menjaga mimpinya untuk menjadi dokter bagi orang-orang Palestina.

Dikisahkan, Iqbal besar di Bar Elias, sebuah desa kecil di lembah Bekaa. Hatinya begitu tersentuh melihat kurangnya pelayanan kesehatan bagi orang-orang Palestina di pengungsian. Selain itu, kemiskinan seakan turut menambah beban para pengungsi.

Badan Bantuan Sosial dan Pekerja Perserikatan Bangsa Bangsa (UNRWA) dalam situsnya mengatakan fasilitas layanan kesehatan dasar sudah diberikan kepada pengungsi, namun untuk layanan kesehatan lanjutan masih sulit diberikan. Alhasil kerap ditemui kasus di mana para pengungsi yang jatuh dalam lilitan utang untuk berobat.

“Pengungsi tidak memiliki asuransi kesehatan. Hanya jika orang itu punya uang dan punya kemampuan di rumah sakit, maka dia bisa mendapat perawatan medis yang dibutuhkan,” ucap Iqbal.

Sayangnya Iqbal tidak bisa berkerja sebagai dokter di Lebanon. Menurut Iqbal, dokter Palestina di Lebanon tidak diizinkan bekerja di rumah sakit umum. Ya, dokter merupakan salah satu profesi bagi pengungsi Palestina yang masih dilarang.

Sebenarnya orang-orang Palestina yang tinggal di Lebanon diberi hak untuk mendapatkan pekerjaan administratif dan yang lebih rendah. Selanjutnya mereka juga bisa mendapat pekerjaan dengan tingkatan pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi. Namun untuk bidang medis dan hukum memang masih dibatasi secara ketat guna menjaga lapangan kerja bagi warga negara asli Lebanon.

Orang-orang Palestina di Lebanon sendiri secara resmi tidak dilarang untuk menempuh pendidikan di bidang-bidang medis. Akan tetapi ketika masuk ke dunia kerja, bidang-bidang tertentu dibatasi secara ketat. Jika orang Palestina dibebaskan memasuki bidang kerja apapun, dikhawatirkan pasar tenaga kerja Lebanon akan didominasi orang-orang Palestina, sehingga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran penduduk setempat.

Diperkirakan penduduk Palestina di Lebanon berjumlah lebih dari 450 ribu. Sejak konflik Suriah pada 2011, jumlah pengungsi Palestina di negara itu dikabarkan bertambah hingga puluhan ribu.

Sumber: http://ift.tt/1C4psL3