Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan ada partai yang sedang mencitrakan diri sebagai partai yang paling anti korupsi yang menekan semua pihak di pemerintahan untuk menolak revisi Undang-Undang KPK.
Karena tekanan tersebut, semua pihak pun berbalik menolak revisi UU KPK karena opini yang dikembangkan oleh partai itu membuat banyak pihak khawatir dianggap tidak pro pemberantasan korupsi.
"Tadinya semua lembaga mulai dari eksekutif, yudikatif, legislatif sepakat untuk merevisi UU KPK, namun sekarang tiba-tiba ada tekanan dari partai yang sedang berupaya membuat citra sebagai partai anti korupsi dan karena sudah diopinikan bahwa yang mendukung revisi berarti pro koruptor dan tidak pro pemberantasan korupsi, semua jadi berubah semuanya," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/6).
Kepada semua pihak yang plin plan tersebut, Fahri pun mengingatkan untuk tidak datang ke DPR kalau terjadi apa-apa terhadap mereka. Fahri pun mencap mereka sebagai orang-orang yang pengecut karena bicara didepan dan dibelakang berbeda. Yang ada semua di bulan puasa ini seperti berkelahi didepan publik dan bukannya malah bersinergi.
"Saya lebih baik mengungkap ya, Indriyanto Seno Adji (Plt Wakil Ketua KPK) mengatakan ini, 'UU dari dia (UU KPK) kebablasan. Pak Ruki mengatakan tidak bisa lagi kayak begini, KPK harus diawasi, harus ada lembaga pengawasan'. Ini saya ulang nih biar mereka jangan sembunyi-sembunyi," tambahnya.
Menurut dia, orang-orang seperti itu tidak punya nyali (karena sekarang mereka berbalik arah tidak mendukung revisi UU KPK karena tekanan opini publik). Fahri pun menuding Presiden Jokowi penakut atau dibikin takut sama pihak yang tidak jelas. Jokowi pun dianggapnya tidak mau menyelesaikan masalah nasional dan lebih memilih pencitraan.
"Ini bulan puasa kembali kepada jati diri, ngomong apa adanya jangan lain di depan lain di belakang, gak bagus gitu loh. Cuma mau di puji-puji saja tidak mau menyelesaiakan masalah," tegasnya.
Sebelumnya, revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2015. Ini merupakan hasil rapat antara Badan Legislasi DPR dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Tak kurang Wapres Jusuf Kalla menegaskan pentingnya merevisi UU KPK dan bahwa UU KPK bukanlan kita suci yang tidak bisa direvisi. Namun belakangan semua berubah. [dem/RMOL]