Setahu saya, inilah buku terbaik tentang biografi Sayyid Quthb. Aslinya bagian awal tesis sang penulis (Dr. Shalah al-Khalidiy). Itu saja amat tebal (misal saya pemilik penerbit buku ini pasti mencetaknya lengkap; bukan memangkas). Menceritakan sosok Sayyid tidak sebagaimana lazim dibahas kalangan islamis atau para pembencinya. Dr Shalah menulis utuh pribadi Sayyid bahkan pergulatan kemanusiaan sebelum ia jadi pegiat Ikhwanul Muslimin.
Menjadi sosok penting Ikhwan juga tidak ujuk-ujuk, tapi lewat sebuah perjuangan batin. Bak novel, ia jelaskan transformasi bahkan revolusi berpikir Sayyid menuju sosok bercorak islamis. Dari buku ini juga bisa dimengerti di Mesir ada banyak orang Islam hebat lagi pintar. Tapi soal orientasi membela agama, bisa beragam. Pun kelak ketika ada pemegang otoritas keislaman bermesra dengan rezim sarat kekerasan, ini bisa diselisik ke belakang sejak era Sayyid hidup.
Tiba-tiba saya ingat wajah Grand Syeikh yang berdampingan dengan Presiden Republik Indonesia. Belum lekang ingatan pada pilihan sang Syeikh untuk memilih berada di barisan militer haus darah ketimbang bersuara untuk saudaranya seiman, Muhammad Mursi, entah dengan alasan apa.
Meski beda zaman, saya merasakan andai beliau ini hidup di era Sayyid Quthb putusannya kasatmata berada di mana. Bagi sebagian saudara seiman, Syeikh adalah pantulan wajah Islam damai, moderat dan hadirkan sisi rahmat bagi semesta. Mungkin ini soal cara berjuang. Soal niat hati beliau seputih salju. Termasuk kala beliau pilih diam saat banyak mahasiswa Al Azhar dibui sahabatnya, as-Sissi, hanya karena identitas Ikhwan di dahi mereka.
Maka, untuk soal ini saya selajur seperti Sayyid; sukar berharap beliau jadi saksi telunjuk bersyahadat para pejuang yang kadung disebut "musuh negara". Telunjuk untuk nyatakan tidak ridha anak-anak asuhnya di Al Azhar dihinakan meski ada banyak perbedaan. Tapi beginilah zaman. Baca buku ini kita pun tak kaget andai jumpai mozaik serupa Tuan Grand Syeikh. Pun akan kita dapati apakah betul Sayyid itu si keras kepala ini suka mengafirkan orang lain. Sebuah tuduhan yang masih bergema hingga kini, namun sebenarnya sudah dibantah langsung oleh sang sosok ini langsung.
(by Yusuf Maulana)