Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang digarap berdasarkan kerjasama public private partnership atau berupa private finance initiative antara China Railway International Group (CRIG) dan konsorsium perusahaan BUMN yaitu PTPN 8, PT KAI, PT Jasa Marga, PT INKA, serta PT Wika, terindikasi adanya dugaan mark up sebesar 3,5 miliar dollar AS (USD).
Nilai proyek kereta api cepat itu adalah 5 miliar USD sepanjang 150 kilometer atau menelan biaya 33,3 juta USD per kilometer.
"Ini sangat tidak masuk akal. Pasalnya, ketika CRIG membangun proyek Kereta Cepat jalur Haikou-Sanya di China sepanjang 308 Km, biaya per kilometer hanya 10 juta USD," ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono dalam keterangan tertulis, Minggu (31/1) di Jakarta.
Padahal, katanya, jalur Haikou-Sanya di China itu secara geologis jauh lebih sulit dibandingkan kondisi jalur Jakarta Bandung.
Arief menyebutkan, jalur yang digunakan oleh proyek jalur kereta cepat ini banyak mengunakan lahan PTPN 8, yang sebenar tidak perlu mengeluarkan biaya pembebasan akibat lahan PTPN 8 sudah dijadikan penyertaan modal dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Artinya, semakin kuat ada indikasi mark up dalam proyek tersebut," ungkapnya.
Ia menambahkan, dugaan mark up pada proyek ini terjadi sebesar 3,5 miliar USD.
Ia juga mensinyalir, proyek itu pada akhirnya akan meminta jaminan pemerintah dalam bentuk sovereign guarantee, walaupun pembiayaan proyek disepakati dengan cara private finance initiative alias tidak mengunakan APBN.
"Biasanya, sovereign guarantee itu dalam bentuk tanggungan pemerintah dalam hal pengoperasian kereta api cepat, jika pendapatannya tidak dapat memenuhi biaya operasional serta untuk perawatan infrastruktur kereta cepat yang terus merugi,” jelasnya.
Menurutnya, apabila biaya operasionalnya ternyata tidak bisa ditanggung pemerintah, maka selanjutnya pembiayaan ditangani oleh CRIG. Hal itu dipastikan kepemilikan saham dari BUMN yang ikut dalam konsorsium akan berkurang jumlahnya.
"Akhirnya, pengoperasian kereta cepat dan infrastrukturnya menjadi 100 persen dimiliki pihak China.” katanya.
Pada sisi lain, Arief menyoroti proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung sarat pelanggaran UU perkeretaapian, di samping melanggar peraturan tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional serta RTRW Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.
"Karena itu, projek kereta api cepat ini harus dibatalkan sebab lebih merugikan Indonesia, apalagi terkesan terburu buru dan hanya mengundang banyak oknum para pemburu rente dari pembangunan proyek ini," pungkasnya. (toha)
*Sumber Berita: http://ift.tt/1QVcS6g