Nama Wali Songo sangat masyhur di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka yang menyebarkan Islam di tanah jawa sampai menjadi rujukan para raja/sultan.
Ternyata, di Jakarta, masyarakat Betawi mengenal nama Tujuh Wali penyebar Islam. Namun nama-nama mereka memang kurang popular dibandingkan nama Wali Songo.
Menurut budayawan betawi H. Ridwan Saidi, dalam proses Islamisasi di Betawi terdapat tujuh wali Betawi.
1. Pangeran Darmakumala yang dimakamkan berdekatan, di tepi Kali Ciliwung, dekat Kelapa Dua, Jakarta Timur.
2. Kumpi Datuk, dimakamkan berdekatan dengan Pangeran Darmakumala.
3. Habib Sawangan, yang dimakamkan di depan Pesantren Al-Hamidiyah, Depok.
4. Pangeran Papak, dimakamkan di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur.
5. Ema Datuk makamnya di Tanjung Kait, Mauk, Tangerang.
6. Datuk Ibrahim makamnya di Condet.
7. Wali Ki Aling, tidak diketahui makamnya.
“Ketujuh Wali Betawi ini hidup sebelum penyerbuan Fatahilah ke Sunda Kelapa,” kata Ridwan.
Tidak terlalu banyak orang yang tahu dan perduli pada keberadaan makam-makam wali penyebar Islam itu. Makam Datuk Ibrahim yang terletak di jalan Datuk Ibrahim, Condet, di dalam komplek musala ditumbuhi banyak rerumputan.
Meski dipagar besi, sekilas malah terlihat seperti taman bunga karena ditanami bunga-bunga. Juga tidak terdapat plang papan nama yang menunjukkan makam Datuk Ibrahim. Sama sekali tidak terlihat makam seorang ulama besar pada jamannya.
Seorang warga yang lewat yang ditanya mengaku tidak tahu menahu riwayat makam itu. ”Gak tau deh kuburan siapa, dari dulu juga udah ada,” katanya.
Menurut dia, peziarah juga sama sekali tidak pernah nongol di makam itu. Hal ini juga bisa dilihat di atas pekuburan sama sekali tidak terdapat bekas bunga peziarah yang biasa dijumpai di kuburan-kuburan keramat.
Kisah yang lebih mengenaskan lagi terjadi pada makam ulama Islam Ema Datuk di Tanjung Kait, Mauk, Tangerang. Makam ini telah berubah menjadi makam atau bong cina. Bangunan makam berarsitektur China, dicat merah, dan kuning menyala. Kuburan Ema Datuk juga telah diubah menjadi kuburan cina lengkap dengan altar persembahan.
Ridwan Saidi sempat terkejut melihat perubahan drastis itu. Padahal dia memiliki foto makam Ema Datuk yang masih seperti kuburan Islam pada umumnya, memakai cungkup dan nisan dari kayu. Ternyata di halaman luar masih terdapat atap bekas kuburan lama yang telah dibongkar.
“Setahu saya berubah menjadi begini sejak tahun 1963,” kata Liam Kien, juru kunci makam Ema Datuk.
Ridwan menjelaskan beberapa generasi setelah tujuh wali itu, terdapat Habib Husein Alaydrus yang dimakamkam di Luar Batang, tempat ia membangun masjid pada awal abad ke-18. Kong Jamirun dimakamkan di Marunda, Jakarta Utara.
Datuk Biru, makamnya di Rawabangke, Jatinegara. Serta Habib Alqudsi dari Kampung Bandan, Jakarta Utara. Datuk Tanggoro di Cililitan, Jaktim. Ki Balung Tunggal di Condet.
sumber: viva.co.id