Sonangol, China, dan “COPY PASTE” Pola VOC-Belanda Dalam Penjajahan Indonesia


Sonangol, China, dan “COPY PASTE” Pola VOC-Belanda Dalam Penjajahan Indonesia

Oleh Denny Rahmad S

(Maaf kalau tulisannya terlalu panjang, karena sulitnya mengedit, khawatir ada pemaknaan yang menjadi tidak komprehensif)

Ingat bagaimana Indonesia dahulu dijajah Belanda selama lebih dari 3 abad ? Ya, semua berawal dari pintu masuk yang terbuka bagi kafilah dagang Belanda, bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Awalnya mereka masuk dengan manis, bermaksud untuk membeli komoditi pertanian di Indonesia, lalu berkembang menjadi bisnis konservasi dan pengolahan, dan pada akhirnya, setelah berhasil menanamkan taji kukunya pada para penguasa lokal di Indonesia, mereka melabeli diri mereka sendir sebagai “owner” dari hasil bumi bahkan negeri ini sekalipun.

Saat ini, pola imperialis itu sedang ditulis ulang dalam sejarah Indonesia, melalui bendera Sonangol, China Sonangol, dan tentu saja pemboncengnya adalah China. Saat Presiden Indonesia baru dilantik, sepekan kemudian langsung ada pengumuman dahsyat, bahwa baru saja Indonesia teken kerja sama impor minyak mentah dari Angola (dengan bendera Sonangol). Dalam sambutannya, Jokowi meminta Pertamina untuk patuh dan melaksanakan nota kesepahaman ini, dan membuat alur teknisnya hanya dalam 2 minggu setelah teken kontrak.

Ini memang bukan kejadian tiba-tiba buat mereka yang ada di Rumah Transisi (atau sebagian kecil yang di sana). Karena sejak dinyatakan menang oleh Quick Count, Rumah Transisi dibentuk untuk mempersiapkan pekerjaan yang akan mereka garap setelah resmi  jadi penguasa. SBY saat itu sempat gusar, pun juga Dahlan Iskan, karena para anggota Rumah Transisi, dengan lancang beraudiensi dengan pimpinan BUMN, padahal mereka belum resmi berkuasa. Hingga, dengan alasan yang dibiaskan, membuat Dirut Pertamina, Karen Agustiawan pada Agustus 2014 mengumumkan pengunduran diri mendadak, untuk per 1 Oktober 2014 (menghindari “dikuasai” orang luar yang akan berkuasa pasca Presiden baru dilantik 20 Oktober 2014). Karen pulalah yang meminggirkan peran ISC (Integrated Supply Chain) dalam hal pengadaan impor minyak mentah, dan digantikan Petral. Saat ini, ISC dipulihkan kembali fungsinya, dan Petral dipinggirkan (bukan dibubarkan).

Petral hanya boleh jual beli minyak mentah untuk kebutuhan negara lain (trader di luar negeri), sedangkan trading untuk kebutuhan Indonesia, akan dilakukan oleh ISC. Amisnya, ISC di awal tahun mengadakan tender pengadaan minyak mentah dan dimenangkan oleh Socar (Azerbaijan) dan Vitol (Swiss) melalui tender resmi, tapi tiba-tiba saja Sonangol muncul sebagai pemasok 600-900ribu barel minyak tanpa tender, melalui ISC.

Awal kontrak di Oktober, kita dibuai info Indah nan Palsu, bahwa kontrak dengan Sonangol menguntungkan Indonesia karena kita dapat diskon yang luar biasa besar. Tapi itu Cuma diskon setara biaya entertain saja menurut saya, karena diskon hanya berlaku untuk 600ribu barel pertama saja, berikutnya ?? Senin Harga Naik...Hehehe...

Itupun Sonangol sudah dapat bonus luar biasa, dengan munculnya izin Penggunaan Bersama kilang minyak milik Pertamina

Usaha Penguasaan Berbagai Sektor Oleh China-Sonangol

Masih disektor Migas, peran Sonangol EP saat teken kontrak dihadapan Jokowi yang semula G to G (kesepakatan antarnegara) diubah semaunya menjadi B to B (bisnis antar perusahaan). Kontrak impor migas dibagi bersama oleh anak usahanya yang “bau niat imperialis” nya kuat banget, yaitu China Sonangol. Disinilah awal cerita boncengan “VOC Like” versi China. China Sonangol bermarkas di Singapura (apa bedanya dengan Petral ya :D ).

Untuk mengurusi “penguasaan bisnis” di Asia, terutama di Indonesia, didirikanlah PT China Sonangol Media Investment. Perusahaan ini hasil budidaya perusahaan China Sonangol bersama Media Grup milik Surya Paloh (cocok..kata SP, kami mendukung koalisi Jokowi, tanpa minta jatah menteri à tapi jatah proyek aja yang banyak. Hidup Restorasi Indonesia !!!). Perusahaan ini dikomandani oleh Lestari Moerdijat, anggota Majelis Tinggi Nasdem. Dan uniknya, Perusahaan ini sudah ada sejak 5 tahun yang lalu. Jadi memang mereka, melalui Surya Paloh sudah pasang kuda-kuda sejak lama untuk berinvestasi (baca: menjajah) di Indonesia.

Baru-baru ini pada 23 Mei 2015, Perusahaan tersebut melakukan Ground-breaking pembangunan Gedung 303 meter, bernama Gedung Indonesia Satu yang diresmikan Jokowi. Dan inipun bukan kejadian tiba-tiba, tapi sesuatu yang dipersiapkan secara halus, dimana pada 2014, Perusahaan China Sonangol Land sudah membeli tanah dan gedung EX Plaza Indonesia, yang kemudian dikanibal untuk jadi Gedung yang diresmikan Jokowi tersebut.

Dalam business report nya, China Sonangol sudah menargetkan berbagai proyek multi sektor untuk dimenangkan dan dijalankan di Indonesia, di antaranya:

1. Minyak dan Gas
2. Pertambangan, industri , dan infrastruktur
3. Real Estate dan Gedung Pencakar Langit
4. Transportasi

Bidang Minyak dan Gas

Di bidang Migas, ada beberapa proyek yang sudah dimenangkan, di antaranya kontrak jangka panjang pengadaan minyak mentah, pengelolaan kilang, dan pengeboran dengan mendapatkan “jatah ngebor’ di Blok Cepu (on-shore). Grup Sonangol adalah kongsi lama Surya Paloh. Tahun 2009, Surya Energi mendapat pinjaman modal dari China Sonangol International Holding Ltd. Anak usaha Sonangol EP tersebut menyuntikkan dana 200 juta dollar AS ke Surya Energi untuk menggarap Blok Cepu. Surya Energi adalah pemilik 75 persen saham PT Asri Darma Sejahtera. Sementara 25 persen saham perusahaan ini  dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa  Timur. Asri Darma inilah yang memboyong 4,5 persen saham blok minyak jumbo di Cepu

Selain di sektor Hulu, Sonangol EP dan China Sonangol sedang berusaha menguasai industri perminyakan di sektor Hilir. Perlahan tapi pasti, saya yakin Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus isinya akan berubah menjadi hasil olahan khas Sonangol, yaitu Cabinda Blend, yang nilai viskositas dan bilangan RON nya tergolong rendah (74,4). Ini berarti Pertamina harus keluar biaya sangat besar untuk blending, agar setara dengan RON 88 (Premium) ataupun Pertamax (RON 92). Saat ini, Cabinda Blend sudah diekspor (diparkir) secara besar-besaran ke China.

Sebagai awalan, Pemerintah Indonesia sudah memberikan sinyal  akan mempersilahkan Sonangol menggunakan kilang milik TPPI di Tuban, sebelum Sonangol mampu dan siap membangun kilang sendiri di Indonesia (izin pembangunan kilang ini adalah bagian kontrak G to G yang ditandatangani Jokowi setelah dilantik jadi Presiden).

Dan saat ini, seharusnya minyak
mentah yang diimpor dari Sonangol diolah di Kilang Pertamina di Balongan, tapi karena kualitasnya yang kurang baik, memaksa Pertamina untuk mengolahnya di Kilang Cilacap. Adanya pemindahan tempat pengolahan itu saja sudah membuat Pertamina mengalami peningkatan overhead cost untuk transportasi dari Balongan ke Cilacap. Dalam kajiannya di Migas Review, pengamat energi Yusri Usman pada 3 Juni menyampaikan hal tersebut. Minyak Sonangol, kata dia, membeku ketika diolah di Kilang Balongan dan harus dipindah ke Kilang Cilacap yang memiliki fasilitas lebih baik. Dan masalahnya, ini artinya akan mengganggu juga pengolahan minyak mentah dari sumber lainnya, mengingat kapasitas olahan dari Kilang Cilacap yang mencakup 44% kapasitas Kilang yang dimiliki Indonesia.

Buat saya, ini (pemindahan kilang) adalah hal yang sudah diprediksi oleh China Sonangol, karena secara jangka panjang, olahan bahan bakar dengan bahan baku Cabinda Blend jadi sudah beradaptasi dengan sistem Kilang terbesar Indonesia tersebut.

Untuk trading minyak, China Sonangol sudah berhasil menjual tanpa tender, ke Indonesia melalui ISC, Perusahaan perantara pembelian migas yang lagi happening karena menggantikan Petral. Belum apa-apa, ISC dah berani teken kontrak order tanpa tender. Ini mah sarang mafia menggantikan sarang mafia ya (Petral digantikan ISC).

Bidang Pertambangan, industri , dan infrastruktur

Rombongan China dan China Sonangol jika kita telusur lebih teliti, ada dalam rombongan besar pengusaha China yang diajak Jokowi untuk membangun sejumlah infrastruktur dan pembangkit listrik di Papua. Beberapa proyek pelabuhan, sebagai bagian dari “blue print” Tol Laut juga akan dilepas kepada mereka. Sektor industri semen juga termasuk dalam sektor industri yang mereka bidik di Indonesia.

Rombongan besar ini ditopang pula oleh Bank pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan dana Ribuan Triliun, yaitu China International Fund (CIF). Dengan dana “unlimited”nya, CIF melalui mafia Sam Pa, berhasil “menguasai” birokrasi di Angola dan Guinea, dua negara dengan resources tambang yang sangat besar di Afrika. Mereka akan datang sebagai investor kakap bagi Indonesia, tapi dengan banyak sekali “terms and conditions” yang mengikat kebijakan-kebijakan nasional ke depannya. Di Angola dan Guinea, perusahaan-perusahaan investasi yang didirikan oleh CIF, sudah bergaya layaknya seperti BUMN negara tersebut, dibanjiri kemudahan, insentif, dan monopoli sektoral.

Expert mereka di bidang industri semen dan power plant, Li Yi Zi dan timnya sudah berulang kali mengakses “jalur khusus”, yang dikenal sebagai “dropped indonesian magical name card” untuk menyukseskan rencana bisnis mereka.

RED ALERT : Akankah Papua akan di China-isasi ? Waktu yang akan membuktikan, adakah tangan mereka di tambang Grassberg nantinya, yang saat ini dikuasai Freeport. Mengingat pada 2019 adalah limit penentuan apakah kontrak Freeport akan diperpanjang. Kita patut waspada, karena proyek infrastruktur berupa pembangunan pembangkit listrik, pelabuhan, dan akses jalan di Papua akan diberikan kepada mereka.Jikalau memang terjadi China-isasi, tak heran jika beberapa dekade kedepan, Papua akan dipanasi untuk merdeka,  oleh mereka, seperti halnya Timor-Timur yang sukses dimerdekakan dengan sponsor dari Portugal dan Australia, hanya karena punya cadangan minyak bumi sangat besar di Celah Timor.

Bidang Real Estate

Seperti yang sudah disebutkan di atas, Gedung Indonesia Satu di daerah prestisius Jl.MH Thamrin adalah simbol pergerakan ekspansi bisnis China Sonangol di bidang Real Estate. Sebelumnya mereka juga membangun menara kembar Sampoerna Strategic Square, bekerja sama dengan Sampoerna Group (eks pemilik grup produsen Rokok Sampoerna), dan membangunkan Bali International Resort, yang dikelola grup bisnis milik Surya Paloh.

Proyek lainnya yang sudah masuk list Project berikutnya adalah, pembangunan kondominium di daerah pantai (sekitar pantai Ancol), Kanal Sungai dan turunan industri hilirnya, dan Super dan Hyper Market. Ingat kan bagaimana Ahok dengan gigih memperjuangkan reklamasi pantai di sepanjang pantai Jakarta ntuk pembangunan real estate, kondominium mewah di daerah reklamasi tersebut? It’s part of the plans.

Bermotif proyek Giant Sea Wall (pagar betis/tanggul raksasa di laut) untuk mengatasi banjir rob, ini lebih untuk menenangkan gelombang Laut Jawa agar proyek Primer berupa reklamasi pantai, reklamasi pulau-pulau di Kepulauan Seribu untuk pembangunan berbagai properti mewah tersebut jadi mudah dilaksanakan. Kalau di zaman Fauzi Bowo, investor yang akan digandeng untuk mengerjakan GSW adalah Belanda, karena pengalaman mereka dalam mencegah Belanda tenggelam karena posisinya yang under seawater, kali ini CIF lah yang akan menyambut tawaran investasi ini.

Dari reklamasi tersebut rencananya akan dihasilkan 17 pulau bisnis baru. Dan bukan tak mungkin akan lahir Macau dan Genting Island ala Indonesia di sini (lokalisasi judi mewah).

Bidang Transportasi

Dalam jangka pendek, China Sonangol mengincar bisnis pengangkutan migas dari dan ke Indonesia. Saat ini mereka sudah menyiapkan beberapa VLCC (Very Large Carrier Cruise) untuk mendukung rencana tersebut.

Mengikuti proyek pembangunan pelabuhan dan kapal untuk melayani proyek Tol Laut pun sedang diinisiasi oleh tim Direksi perusahaan agar bisa dimenangkan sebagianny a oleh mereka. Kita akan lihat buktinya setelah tender mulai diadakan dan resmi diumumkan. Harap sabar ya....

Nah berbagai sektor yang sedang di suntikkan ke Indonesia, dan begitu seringnya pemimpin negeri ini sowan ke Negeri Tirai Bambu tersebut adalah pertanda betapa besar dan lebarnya pintu yang dibuka sendiri oleh negara kita untuk dijajah kembali.

Tahap awal yang akan terjadi adalah kita akan semakin merasa ketergantungan dengan kucuran investasi dari China. Bagaimana tidak, setelah pintu lebar terbuka, dan mereka tentu saja segera masuk dengan ringan kaki, mereka juga ditopang pembiayaan dari beberapa pembangunan China. Ingat, 4 dari 10 Bank dengan Aset dan kapitalisasi terbesar di dunia, adalah bank dari China.

Setelah ketergantungan akan investasi dari China itu muncul, tentu saja pintu ke Birokrasi akan mudah diakses lebih dalam. Siapa calon Bupati, walikota, gubernur, Kapolri, Ketua Bappenas, Ketua Bursa Efek, Gubernur BI, Jaksa Agung, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, dan lain sebagainya, akan menjadi lumrah untuk harus di Acc oleh mereka.

Apa yang akan terjadi jika hal seperti itu berlanjut ? nenek moyang kita sudah merasakan akibatnya selama 3 abad dijajah Belanda yang masuk melalui perusahaan bisnis VOC.

Anda mau mengalami hal yang sama ? maaf, kalau saya sih jelas tidak mau !

Semoga semakin banyak mata yang tadinya memicing dan tertutup, akan menjadi terbuka dengan artikel ini, bahwa kita sedang dalam proses dijajah lagi !




Related Posts :