LOGIKA VS BREAK EVEN POINT KERETA CEPAT


LOGIKA VS BREAK EVEN POINT KERETA CEPAT

Penulis: Dwi Nurcahyono

Sebagai pekerja konstruksi, sudah lazim jika tempat kerja selalu berpindah dari satu kota ke kota lainnya, dan itu yang saya alami sebagai pekerja konstruksi. Bandung adalah salah satu kota di mana saya pernah singgahi, tepatnya sebanyak 2 kali.

Tahun 2009-2010 proyek rumah sakit Immanuel di Jl. Kopo dan rumah sakit Limijati di Jl. Riau dan tahun 2013 - 2014 proyek rusunawa The Jarrdin di Jl. Cihampelas, tepatnya saya pernah bekerja di sana.

Lima moda transportasi pernah saya coba:
1. Sepeda motor (4 jam) melalui jalur Padalarang - Karawang - Cikarang - Tambun Bekasi, biaya kurang lebih Rp 30.000
2. Bis kota AC (2 jam) melalui tol Cipularang, biaya kurang lebih Rp 60.000.
3. Bis kota ekonomi (3 jam) melalui tol Cipularang lewat, Purwakarta (masuk Ciganea keluar Kopo). Biaya kurang lebih Rp 45.000.
4. Angkutan travel (2 jam) melalui tol Cipularang. Biaya bermacam2 tapi kurang dari Rp 100.000.
5. Mobil pribadi (2 jam) melalui tol Cipularang. Biaya kurang lebih Rp 250.000

Saya belum pernah mencoba moda transportasi kereta karena terlalu ribet, harus ke stasiun kereta dan jam berangkat yang terbatas. Sementara moda transportasi yang pernah saya pakai dapat pergi kapan saja, karena jam keberangkatan yang banyak.

Tahun 2019 kereta cepat direncanakan selesai jika tidak ada kendala.

Ada beberapa hal yang jadi perhatian saya, mengingat pengalaman saya tentang rute perjalanan Bandung-Jakarta:

1. Jarak tempuh 142 km dengan kecepatan 200 km/jam itu berarti dapat ditempuh dengan waktu 42,6 menit, tapi harus melalui 2 stasiun. Setiap stasiun berhenti sekitar 5 menit berarti 10 menit berhenti (ada 2 stasiun antara Jakarta - Bandung). Total perjalanan 42,6 + 10 = 52,6 menit.

Apa iya? Harus juga diperhitungkan akselerasi kecepatan karena tipe lintasan (melayang, menapak di tanah dan bawah tanah). Kecepatan kereta pasti berbeda untuk setiap type lintasan, belum lagi jika trak agak berputar. Selain itu pengurangan kecepatan karena masuk dan keluar stasiun antara. Jika diambil rata-rata 15 menit setiap perjalanan berarti 52,6 + 15 = 67,6 menit atau 1 jam 7 menit. Ini berarti hanya berbeda 1 jam dari moda transportasi lainnya.

2. Rute : Halim - Karawang - Walini - Tegalluar, rute yang cukup aneh menurut saya.

Halim stasiun awal,.....oke penumpang ada.
Karawang stasiun kedua,.......yakin ada penumpang?
Walini stasiun ketiga,..........masih yakin ada penumpang?

Melihat lokasi, type masyarakat, jenis pekerjaan, rutinitas bepergian Jakarta-Bandung, tujuan bepergian. Berdasarkan pengalaman saya sering melintas daerah sana sepertinya Karawang dan Walini sangat kecil penumpang yang berminat. Penumpang yang biasa naik dan turun di daerah Karawang adalah pedagang yang biasa berbelanja di daerah Bandung. Mungkin di daerah Walini banyak penumpang yang turun naik karena daerah tersebut adalah daerah wisata, Tapi tidak setiap hari.

3. Moda transportasi feeder.

Halim berada di Jakarta timur. Untuk penumpang dari wilayah Jakarta yang lain harus menggunakan moda transportasi feeder untuk bisa sampai ke sana dengan masalah kemacetan ke sana. Untuk apa harus ke Halim dulu sementara ada moda transportasi lain yang lebih dekat dengan rumah dan langsung ke Bandung atau ke Jakarta. Sebagai catatan, shutle bus untuk travel sudah ada di hampir lima wilayah Jakarta.

4. Jam keberangkatan yang tentu tidak sesering moda tranportasi lain. Itu berarti tidak dapat berangkat kapan saja. Biaya operasional untuk sekali berangkat kereta cepat tentu berbeda dengan biaya operasional bis atau kendaraan lain. Itulah mengapa biasanya jam keberangkatan kereta tidak sebanyak moda transportasi lainnya.

5. Tujuan bepergian. Tujuan bepergian yang menentukan tujuan akhir perjalanan dan di mana akan turun dari moda tranportasi. Halim dan Tegalluar bukan area bisnis, bukan area pendidikan, bukan area wisata. Sementara banyaknya perjalanan Jakarta - Bandung karena bisnis, pendidikan dan wisata.

6. Biaya operasional yang besar harus ditutup dengan biaya perjalanan yang juga mahal. Dengan biaya perjalanan yang lebih mahal dari moda transportasi harus diimbangi dengan banyak keuntungan untuk penumpang. Jika dilihat dari 5 point di atas, kecil kemungkinan penumpang moda transportasi lain pindah ke kereta cepat

Kesimpilannya

Apa iya seluruh penumpang moda transportasi lain akan berpindah ke kereta cepat dengan pertimbangan di atas? Waktu tempuh yang tidak terlalu beda, tujuan akhir yang banyak sehingga terhindar macet biaya yang murah?

Jadi apa iya manfaat Rp 77 triliun untuk sesuatu yang belum tentu break event point?

Jangan-jangan ntar cuma seperti Kapal "Tol Laut" Sapi, yang gagal dan merugi karena sepi.

#OraMikir