Beberapa waktu lalu, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mengatakan ada 19 pondok pesantren yang diindikasi terkait dengan terorisme dan mengajarkan radikalisme. Salah satu nama yang disebut adalah pondok pesantren (Ponpes) Nurul Bayan, Nusa Tenggara Barat.
Menanggapi pemberitaan itu, pihak Nurul Bayan mengundang BNPT untuk singgah ke Ponpes Nurul Bayan agar membuktikan tuduhan radikalisme tersebut.
“Itu salah alamat dan lucu. Saya juga heran dan kaget, datanya dari mana dan yang paling bagus itu kami mengundang BNPT datang ke pondok supaya mengetahui aktivitas pesantren atau bahkan bermalam selama 1 minggu,” ujar pimpinan pondok pesantren Nurul Bayan, KH Abdul Karim Abdul Ghofur kepada Republika, Kamis (04/02).
Ia menilai, BNPT salah melakukan pendataan. Sebab, ponpes Nurul Bayan merupakan lembaga pendidikan yang sering terlibat dalam pembinaan di masyarakat. Hal itu pun sudah diketahui oleh Bupati Lombok Utara.
Menurutnya, saat ini aktivitas belajar mengajar pondok pesantren dengan santri yang berjumlah 500 berjalan seperti biasa dan tidak muncul permasalahan apapun terkait radikalisme. Menanggapi BNPT, dia lebih memilih santai sebab pernyataan tersebut salah alamat dan tidak benar.
Abdul Karim menambahkan, alumni maupun para guru Ponpes Nurul Bayan sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan radikalisme. Termasuk hubungan dengan pemerintah daerah berjalan dengan baik. Karena itu, pernyataan BNPT sangat mengagetkan dan mengherankan.
Dia menuturkan akan mengirimkan surat kepada pihak terkait untuk mengklarifikasi pernyataan BNPT. Bahkan, dirinya sekali lagi mengundang aparat kepolisian untuk bermalam di ponpes agar mengetahui suasana pesantren.
Ia menuturkan, selama ini BNPT tidak pernah berkomunikasi dengan pihak ponpes terkait masalah tersebut. Bahkan, tidak ada sama sekali niat mereka untuk mengklarifikasi soal dugaan radikalisme tersebut.
*Sumber: Republika