Politikus PDIP Usulkan Pelaku Penghinaan di Internet Dipenjara 15 tahun
Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon tak setuju pasal pencemaran nama baik dihapus dari Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE). Dia membantah bahwa pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah pasal karet.
Menurut Effendi tindakan pencemaran nama baik di dunia maya sudah lebih jahat dari teroris. Bahkan bukan tidak mungkin bisa dikategorikan sebagai ordinary crime.
"Lebih jahat dari teroris. Dia bisa kerjakan, dampaknya sepanjang masa masa kenapa tidak ordinary crime," kata Effendi Simbolon di Gedung DPR, Rabu (3/2/2016).
Ancaman hukuman bagi pelaku pencemaran nama baik di dunia maya bukan bermaksud melarang interaksi di media sosial dan lain sebagainya, melainkan lebih untuk mengatur. Effendi kemudian mencontohkan adanya hukuman ringan yang diberikan oleh hakim kepada terdakwa pencemaran nama baik.
"Bukan kepada pelanggaran kejahatan di dunia virtual itu yang diminimalisir. Hakimnya dibenahi juga fitnah 3-4 bulan kenapa gak tepok pantat sepuluh kali?" katanya.
Soal pencemaran nama baik atau penghinaan, kata Effendi, menyangkut harga diri. Sehingga dia pun mengusulkan agar hukuman bagi masyarakat yang melanggar pasal 27 ayat 3 UU ITE itu harus diperberat.
"Ketika harga diri dikoyak-koyak di dunia maya tidak ada konsekuensinya. Nggak bisa!" tegasnya.
"Selama ini ITE itu efektif. Kalau ada yang kena itu efek. Kalau ada edukasi dari pemerintah, siapa bilang itu pasal karet? Malah dibuat ancaman hukumannya lebih berat 15 tahun," katanya.
http://ift.tt/1S1zzXq
***
Hukumannya lebih berat dari politisi PDIP yang korupsi.
Baru setaun dah panas kuping.. gak tahan dibully, padahal sewaktu jadi oposisi 10 tahun paling kenceng tereak.
Baca: 10 Tahun Dibully, SBY tak Pernah Tangkap Rakyat
Selama menjabat 10 tahun, SBY sering dikritik dan dihujat, namun SBY tetap sabar. Termasuk di bully dengan gambar yang tidak senonoh.
"Kalau Pak SBY selama 10 tahun sudah, pribadi di-bully, gambarnya kadang dibakar, keluarga dihujat, apa yang dilakukan dihujat, tapi presiden bisa menerima lapang dada," kata Syarief di gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2014).
Menurut Syarief, apa yang dilakukan publik terhadap pemimpinnya adalah sebuah masukan. Dia meminta Presiden untuk sabar menerima hujatan dan tidak serta merta menegakkan hukum seperti zaman Orde Baru.