Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim tidak tahu menahu tentang Mayfair International Ltd., sebuah perusahaan offshore yang tercantum dalam Panama Papers. Pada dokumen tersebut Luhut disebut sebagai direktur tunggal Mayfair.
"Karena waktu itu, tahun 2006, saya tidak punya uang untuk buka perusahaan di luar, jadi untuk apa saya mendirikan perusahaan cangkang seperti itu", kata Luhut kepada wartawan di kantornya, Senin, 25 April 2016.
Menurut investigasi Majalah Tempo, nama Luhut disebut pada dokumen Panama Papers terkait Mayfair yang disebut didirikan pada 29 Juni 2006, dan beralamatkan di Seychelles, negara kepulauan di Samudera Hindia, bekas jajahan Inggris.
Mayfair dinyatakan dimiliki oleh dua perusahaan: PT Persada Inti Energi dan PT Buana Inti Energi. Kedua perusahaan itu disebut-sebut terkait dengan perusahaan milik Luhut, PT Toba Bara Sejahtra Tbk.
Ketika ditanyakan oleh wartawan, Rafki Hidayat terkait kepemilikan perusahaan-perusahaan tersebut, Luhut menyebut, "Itu (Toba) memang perusahaan saya. Tapi yang Persada-persada itu saya tidak tahu".
"Saya tidak pernah ada perusahaan di luar negeri."
Bocornya dokumen Mossack Fonseca, menyita perhatian dunia beberapa minggu terakhir. Pasalnya, banyak pimpinan dan pejabat tinggi dunia yang menggunakan jasa firma asal Panama tersebut, untuk membuat perusahaan offshore di negara-negara bebas pajak.
Sejumlah tokoh dunia yang namanya tercatat di dokumen ini langsung mengundurkan diri: antara lain Perdana Menteri Islandia, Sigmundur Gunnlaugsson.
Ketika ditanyakan kepada Luhut, apakah sanggahannya ini berarti dirinya menilai Panama Papers mengungkap data palsu, Luhut tidak bisa memberikan jawaban tegas.
"Saya tidak tahu. Itu alamat rumah saya, dibikin salah di situ. Alamat rumah saya dibilang di Mega Kuningan 11, saya tidak tinggal di sana."
Luhut bahkan menuding ada pihak lain yang menggunakan namanya untuk membuat Mayfair.
"Karena untuk membuat perusahaan seperti itu, tidak diperlukan tanda tangan saya".
Namun, ketika ditegaskan, apakah Luhut akan melakukan tuntutan terhadap tudingan bahwa dia adalah direktur Mayfair, Ia hanya menjawab "kita lihat nanti".
Nama lain dari Indonesia yang disebut dalam Panama Papers adalah Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis. Ketua BPK yang belakangan terlibat perseteruan dengan Gubernur Jakarta itu mengakui kebenaran dokumen itu, namun menyebut bahwa ia mendirikan perusahaan itu aats desakan anaknya.
Masih banyak nama orang Indoensia lain yang disebut. Yang paling dikenal, Riza Chalid, pengusaha yang terkait dalam apa yang disebut skandal Papa Minta Saham. Ini skandal pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, didampingi Riza Chalid, beberapa waktu lalu, dengan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin.
Sumber: BBC Indonesia