Proses penggusuran wilayah Kampung Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara semakin memanas. Sebagian warga yang digusur sudah direlokasi ke Rusun Rawa Bebek dan Marunda. Namun lokasi tersebut tidak cukup memadai untuk menampung seluruh warga Kampung Luar Batang. Akibatnya, sebagian dari mereka tinggal di perahu.
Kondisi perahu nelayan yang jelas tak layak untuk digunakan sebagai tempat tinggal menggerakkan hati beberapa pihak untuk turun tangan memberikan bantuan hidup. Beberapa pihak yang tercatat membantu adalah posko dari Front Pembela Islam, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan Lembaga Nasional Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU).
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sama sekali tak bersimpati. Ia bahkan menuding, banyak pihak yang memberi bantuan makanan kepada warga Pasar Ikan yang tinggal di perahu. Menurut dia, kondisi seperti ini banyak dipolitisasi oleh pihak lain.
"Yang kasih makan mah keterlaluan, cuma kasih makan enam orang lagi. Sampai kapan tahannya? Sampai pilkada juga dilupain," ujar Ahok di Lapangan IRTI Monas, Senin, 25 April 2016.
Ahok mengatakan, dia mampu membantu lebih banyak warga melalui kebijakan Pemerintah Provinsi DKI daripada yang bisa diberikan pihak tersebut.
"10.000 juga saya piara boleh makan gratis. Jadi, jangan dipolitisasi dan didramatisasi," ujar Ahok.
Faktanya, para laskar FPI yang setiap hari berpindah dari satu perahu ke perahu lainnya untuk membagikan makanan dan selimut gratis untuk para pengungsi yang terpaksa tinggal di perahu-perahu, mulai Sabtu 16 April 2016, menyediakan 200 nasi kotak untuk para pengungsi melalui Posko Kemanusiaan FPI.
DPD FPI DKI Jakarta di bawah komando Imam FPI Jakarta, Habib Muhsin bin Zaid Alattas membuka Posko Kemanusiaan di atas perahu agar membaur langsung dengan warga yang tinggal di perahu.
Posko Kemanusiaan FPI membuka dapur umum di pelataran parkir Masjid Keramat Luar Batang yang setiap hari memberikan makan pagi, siang dan malam untuk seluruh warga korban penggusuran. Juga menyediakan minuman dan aneka kebutuhan wanita dan anak-anak serta orang tua. Selain itu juga membuka Klinik Darurat yang setiap saat terus melayani warga yang sakit secara gratis.
Menurut Habib Muchsin, dengan adanya posko tersebut masyarakat merasa dibela dan dibantu kebutuhan hidupnya.
"Alhamdulillah sambutan mereka antusias luar biasa, karena mereka setelah digusur dalam mencukupi kebutuhan jadi tidak jelas, kadang pagi makan sore tidak, atau baru dapat makan siang malamnya tidak. Nah dengan adanya posko bantuan mereka jadi diperhatikan kebutuhan makanannya dari mulai sarapan, makan siang dan malam," terangnya.
Pihaknya juga menyayangkan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dengan menggusur warga yang sudah puluhan tahun tinggal di wilayah tersebut.
"Kepada warga yang tergusur dengan berat hati kita bantu mereka untuk bisa dipindahkan ke rumah susun, dan kepada warga yang belum tergusur kita akan bantu mereka untuk mempertahankan wilayahnya," tandas Habib Muchsin.
Menurut catatan Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada tanggal 15 April 2016 sekitar 300 jiwa menjadi ‘manusia perahu’ yang mukim di atas 20 perahu, 100 jiwa diantaranya anak-anak. Aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh ACT tak terbatas hanya kepada pemberian logistik makanan, selimut dan susu untuk anak-anak, melainkan juga aksi trauma healing untuk mengembalikan keceriaan anak-anak paska penggusuran sepihak pemukiman mereka oleh Pemprov DKI Jakarta.
Mengutip penuturan Rustam Efendi, Walikota Jakarta Utara yang kemarin tercatat mengajukan pengunduran diri, menggusur tidaklah semudah yang dibayangkan. Diperlukan kebijakan dan pendekatan sosio kultural agar warga yang digusur tidak menjadi korban kebijakan Pemprov yang dingin dan keji.
Bila kenyataannya Pemprov tak mampu menyediakan fasilitas yang layak dan pantas untuk warga korban gusuran sehingga muncul aksi filantropi dari banyak pihak, maka pantaskah bila Ahok menyebut aksi-aksi tersebut sebagai bentuk politisasi dan "keterlaluan"?
Apalagi ucapan Ahok tak bisa dijadikan acuan data. Dengan seenaknya, Ahok menyebut hanya ada 6 warga yang diberi makan oleh lembaga-lembaga kemanusiaan dan laskar FPI yang berada di Kampung Luar Batang. Kenyataannya, ada jauh lebih banyak warga yang sudah dijangkau oleh bantuan spontan dari lembaga kemanusiaan dan laskar FPI.
Siapa yang sebenarnya keterlaluan? Ahok yang menggusur dan tak memberi fasilitas layak bagi warga, atau para relawan dan laskar FPI yang bekerja tanpa banyak koar-koar?