INILAH KEJANGGALAN-KEJANGALAN DALAM EKSEKUSI MATI FREDDY BUDIMAN CS



[portalpiyungan.com] Koordinator Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, di Jakarta, Minggu, mengungkap sejumlah kejanggalan proses dan pelaksanaan eksekusi mati jilid 3 kali ini. Empat terpidana mati telah dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, pukul 00.45 Jumat 29 Juli 2016 lalu

Berikut beberapa kejanggalan tersebut:

1, Jumlah terpidana yang dieksekusi. Dari yang semula 14 orang menjadi empat saja.

2. Pemerintah tetap mengeksekusi terpidana mati yang telah dilindungi dalam pasal 13 UU Grasi, yakni Sack Osmane, Humprey Jefferson, dan Freddy Budiman.

Walau telah tewas dieksekusi, nama Freddy Budiman belakangan masih disebut-sebut terkait informasi langsung dirinya kepada Koordinator Kontras, Harris Azhar, sebelum dia dieksekusi. Freddy Budiman membeberkan keterlibatan sejumlah pejabat dalam penyelundupan, peredaran, dan konsumsi narkoba selama bertahun-tahun.

4. Pemerintah sengaja menutupi berbagai informasi, baik pada keluarga maupun pengacara, terutama soal nama-nama terpidana yang akan dieksekusi dan pelaksanaan waktu ekseks.

5. Tidak ada foto jenazah yang telah dieksekusi seperti dalam kasus teroritme, di mana foto jenazah Imam Samudra dan Amrozy disebarluaskan melalui berbagai media.

6. Pemerintah juga melanggar ketentuan UU tentang Notifikasi yang mengisyaratkan eksekusi dilakukan 3X24 jam. Para terpidana mati diberikan notifikasi pada 26 Juli malam sehingga eksekusi seharusnya pada 29 Juli malam

7. Rencana anggaran eksekusi yang tidak dipublikasikan. Hasil investigasi YLBHI dan sejumlah lembaga memperlihatkan biaya pemerintah mengeksekusi 14 terpidana mati mencapai Rp 7 miliar.

Pada sisi berbeda, pemerintah kini telah menyatakan, tidak ada "drama" dalam eksekusi jilid 3 kali ini. Reportase pada eksekusi jilid 2 tempo hari memang sangat masif, bahkan TNI AU mengerahkan "pengamanan udara" berupa patroli satu flight pesawat tempur Sukhoi Su-27/30MKI Flanker di udara Pulau Nusakambangan.

YLBHI pun mendesak pemerintah mengambil aksi nyata terkait temuan kejanggalan-kejanggalan ini