[Catatan Canny Watae]
Pertemuan antara calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, tak berakhir indah buat Ahok.
Ahok nih bertemu Megawati. Hasilnya tak berakhir indah. Ahok melaporkan akan maju lewat parpol dan meminta PDI Perjuangan ikut mendukung. Namun Megawati mengatakan di dalam partainya ada mekanisme partai yakni dengan cara mendaftar.
“Nggak ada istilah minta daftar cagub. Kita makanya (akan tanya) tiga partai bagaimana. Marah dong (kalau harus daftar cagub ke PDIP). Orang dia sudah cukup,” Itu kata Ahok. (Link Berita)
Lucu, kan? Orang dia yang datang minta dukungan, dia pula yang kasih syarat. Yang dimintain dukungan secara sopan ngasih petunjuk, eh, si Ahok malah ngadu domba dengan tiga partai "pendukungnya". Lha kalau dia merasa sudah cukup dengan 3 partai itu, mengapa pula masih minta dukungan partai lain lagi?
Kata Ahok: “Udahlah. Orang sekarang partainya lengkap kok. Berarti kita kan lebih baik". Nah, lho... kalimat hiburan untuk diri sendiri kok diumbar, Hok?
Meski begitu, Ahok ini masih tetap meminta perwakilan tiga partai pengusungnya itu untuk melakukan komunikasi dengan PDIP.
Sudah itu, dia menghibur diri lagi dengan gaya, lagi-lagi, adu domba. Dombanya? Jokowi. “Tapi ada bener juga kata Pak Jokowi, kerja kerja kerja saja. Nggak usah terlalu dipikirin".
Aha ha ha ha...
Sebelum ketemu langsung Megawati ini, beberapa hari lalu, jurus rayuan dikeluarkan: survey SMRC. Rayuannya tampak jelas. Dalam kajian survey itu ditekankan bahwa konstituen PDIP masih menginginkan Ahok maju dalam pilgub. Ini mah jenis rayuan "intimidatif". Rayuan "maksa" namanya ini. Megawati diintimidasi seperti ini levelnya sama aja seperti diintimidasi karyawan pompa bensinnya. Wkwkwkwwk....
Untuk Ahok dan para pendukungnya, saya bantu ingetin "track record" Megawati, yang membentuk "keras hati"nya:
Semasa kanak-kanak, ia hidup dalam istana, menyaksikan bapaknya mengendalikan tentara menumpas separatis RMS, DI/TII, PRRI/Permesta.
Masih dalam suasana masa mudanya, ia menyaksikan bagaimana bapaknya mengobarkan Trikora dan Dwikora
Dia menyaksikan bagaimana bapaknya dilucuti kekuasaannya, dijadikan tahanan rumah, dan sakit keras hingga meninggal dalam tahanan itu
Dia kehilangan suami (pertama) dalam status sang suami "missing in action". Hilang dalam tugas.
Selama seperempat abad hidupnya diawasi secara konstan oleh intel angkatan bersenjata.
Partainya dirampas penguasa.
Partainya memenangkan pemilihan umum dengan raihan suara fantastis, tapi ia terjegal dalam pemilihan Presiden.
Ia beroposisi selama 10 tahun penuh, teguh, pada rezim pemerintahan yang dipimpin bekas anak buahnya yang ia anggap menghianat. 10 tahun "kelaparan".
Suaminya, dengan sokongan rezim yang sedang di-oposisi olehnya berhasil meraih jabatan sebagai Ketua Lembaga Tertinggi Negara, MPR RI, tapi, ia tetap "koppig" beroposisi.
Ia menghidupkan kembali kartu Jusuf Kalla, yang dimatikan era Gus Dur,dan membuka jalur lebar bagi karir politik Kalla selanjutnya.
Dari tandatangannyalah lahir yang namanya "presiden jokowi", dan membawa durian runtuh bagi Ahok menjadi gubernur, dan kalau ia mau, dengan semudah membalik telapak tangan ia bisa menarik dukungan partainya dari pemerintahan joko widodo, dan juga dari pemerintahan provinsi DKI Jakarta.
Dengan track record ini, Megawati akan takut dengan intimidasi Ahok? He he he....