Mana mungkin saya benci Ahok walaupun hampir setiap saat saya menyajikan data, fakta, dan analisa tandingan untuk mengcounter program "cuci otak" massal oleh tim komunikasi Ahok.
Mana bisa saya benci? Dulu kan saya pendukungnya ketika saya lihat banyak programnya yang bagus.
Saya berubah menjadi kritis setelah indikasi korupsinya ada di mana2 sementara tiap hari kita dijejali pesan bahwa dia bersih.
Sumpah, saya sungguh merasa tertipu dengan hal ini.
Memang apa urusan saya dengan Ahok kok harus capek2 mengeluarkan energi untuk membencinya?
Maaf, ini murni soal saya sebagai rakyat yang tiap hari kerja di DKI dan Ahok yang jadi pejabat publik.
Tak lebih tak kurang.
***
Demikian tulis pak Buni Yani, di status fbnya hari ini, Sabtu (23/7/2016).
Link: http://ift.tt/2a7TAM9
Pak Buni Yani, lulusan master Ohio University AS ini memang dulu dikenal sebagai pendukung Jokowi-Ahok.
Status fb Buni Yani mendapat tanggapan dari beberapa netizen.
"Mantap, sebagai ilmuwan bicara senantiasa dengan data dan fakta, berbasis data statistik bukan dengan statistrik," ujar A Jajang W Mahri.
"Ahokers cenderung tak bisa membedakan orang yg mengkritisi dan membenci Ahok," komen Suryadi Sunuri.