Hukum Memberikan Zakat Kepada Kerabat


Allah telah menjelaskan siapa saja yang boleh menerima zakat  di surat at-Taubah: 60,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. at-Taubah: 60)

Dan orang yang telah membayar zakat, tidak boleh sedikitpun mengambil manfaat dari zakat yang dia bayarkan. Karena itulah, zakat tidak boleh diberikan kepada ORANG YANG WAJIB DINAFKAHI oleh Muzakki.

Dinyatakan dalam Fatwa Dar al-Ifta',

نص الفقهاء على أن المزكي لا يدفع زكاته إلى أصله وإن علا أو إلى فرعه وإن سفل أو إلى زوجته؛ لأن المنافع بينهم متصلة فلا يتحقق التمليك على الكمال

Ulama menegaskan bahwa orang yang zakat tidak boleh menyerahkan zakatnya kepada orang tuanya dan seterusnya ke atas, atau kepada anaknya dan seterusnya ke bawah atau kepada istrinya. Karena pemanfaatan di tengah mereka masih nyambung. Sehingga perpindahan hak milik secara sempurna tidak terwujud. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).

Sedangkan keluarga di sekitar kita (selain ortu, anak, dan istri), mereka bukan orang yang wajib kita nafkahi. Seperti kakak, adik, paman, bibi, sepupu, keponakan, bukanlah daftar orang yang wajib kita nafkahi. Sehingga dibolehkan memberi zakat kepada mereka.

Masih dalam Fatwa Dar al-Ifta’,

ويجوز له أن يدفع زكاته إلى من سوى هؤلاء من القرابة كالإخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات الفقراء، بل الدفع إليهم أولى؛ لما فيه من الصلة مع الصدقة

Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada keluarga selain ortu, anak, dan istri, seperti saudara laki atau perempuan, paman, bibi, yang mereka kurang mampu. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).

Diantara dalil bolehnya memberikan zakat kepada kerabat yang tidak wajib kita nafkahi adalah hadits dari Salman bin Amir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَالصَّدَقَةُ عَلَى ذِى الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

"Zakat kepada orang miskin nilainya zakat biasa. Zakat kepada kerabat, nilainya dua: zakat dan menyambung silaturahmi." (HR. Ahmad 16668, Nasai 2594, Turmudzi 660, dan yang lainnya).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nilai lebih, ketika zakat itu disalurkan kepada kaum muslimin yang masih kerabat, karena ada nilai menyambung silaturahmi. Tentu saja, ini berlaku bagi kerabat yang tidak wajib dinafkahi muzakki.

Demikian, Allahu a’lam.

Sumber: konsultasisyariah.com