Upaya Turki-Erdogan Mengurangi Jumlah 'Musuh' dan Menambah 'Sekutu'


[portalpiyungan.com] Selama ini Turki adalah salah satu negara yang konsisten dalam membela dan memberikan bantuan kepada Palestina. Mulai dari bantuan financial, infrastruktur, bahan makanan, pendidikan berupa beasiswa untuk pelajar Palestina dan juga pembelaan dalam tataran diplomatik.

Setelah “normalisasi” hubungan dengan ‘Israel’ yang disertai disetujuinya dibukanya blokade Gaza, meskipun blokade laut tetap berjalan dan bantuan dari Turki hanya diijinkan masuk ke Gaza melalui pelabuhan Ashdood Israel, paling tidak hal ini akan sangat berdampak bagi warga Gaza. Dimana selama ini sangat sulit sekali memasukkan bantuan ke Gaza. Bantuan sangat dibatasi, dan bantuan yang diijinkan masuk pun akan dikenakan pajak yang tinggi oleh otoritas Israel.

Akses bantuan ke Gaza selama ini sangat sulit dan terbatas, hanya ada empat jalur, melalui Rafah yang sering terkunci rapat, melalui laut yang dijaga ketat angkatan laut ‘Israel’, melalui wilayah pendudukan Israel, atau melalui terowongan rahasia “Gaza tunnel”.

Efek blokade bisa kita lihat dari kondisi Gaza saat ini. Israel hanya mengizinkan pengiriman 10 persen barang mentah yang diperlukan bagi proses pembangunan kembali di Jalur Gaza. Jalur Gaza memerlukan sedikitnya 3.000 ton semen setiap hari untuk bisa membangun kembali apa yang telah hancur selama agresi militer terakhir Israel terhadap Jalur Gaza. Nyaris tak cukup untuk membangun 500 apartemen, sedangkan Israel menghancurkan 30.000 temat tinggal dalam perang itu.

Kesepakatan yang baru dicapai oleh Turki bertujuan untuk mengubah kondisi tersebut. Karena ini adalah satu-satunya perbaikan di atas meja untuk rakyat Palestina di Gaza, maka hal tersebut layak disambut, meskipun dengan hati-hati.

Kita tidak ragu tentang ketulusan Turki dalam berusaha untuk mengangkat pengepungan, tetapi hal yang sama tidak dapat berlaku pada niat Israel. Hal ini, setelah semua usaha panjang, sebenarnya hanya akan “mengurangi” pengepungan, belum membuka pintu Gaza sepenuhnya.

Hasil lain dari kesepakatan ini adalah Ankara berhasil mencairkan paket $ 20 juta kompensasi dan permintaan maaf untuk serangan Israel pada kapal bantuan Turki pada bulan Mei 2010, di mana 10 aktivis perdamaian Turki tewas. Ini mungkin pertama kalinya terjadi di kawasan ini, karena kata “maaf” bukan bagian yang biasa dalam kamus Zionis. Apalagi permintaan maaf tersebut ditujukan kepada sebuah negara Muslim.

Sebagai imbalannya, Presiden Recep Tayyip Erdogan telah sepakat untuk mengesahkan undang-undang yang akan mencegah tentara Israel dari penuntutan di Turki untuk kejahatan perang yang dilakukan ketika armada bantuan kemanusiaan diserbu oleh pasukan komando Zionis di perairan internasional.

Hamas telah mengeluarkan pernyataan memuji Erdogan untuk “sejarah panjang dukungan dan solidaritas dengan Palestina.” Hamas berharap “Turki dapat semakin jauh berperan mengakhiri pengepungan di Gaza dan menghentikan serangan Israel.”

Tentu saja masih harus dilihat apakah Israel akan menepati komitmenya, tetapi sangat jelas Turki bukan negara yang akan mengacaukan perjanjian ini. karena Turki telah membuktikan diri sebagai kekuatan regional yang dapat duduk dengan nyaman baik di Timur dan Barat. Bahwa Uni Eropa sekarang telah mengundang Turki untuk pembicaraan keanggotaan yang meliputi kontribusi anggaran untuk blok itu, adalah tanda bahwa Turki memiliki peran dan nilai tawar untuk bermain.

Kini Turki mengincar “normalisasi” hubungan dengan Mesir

Kerajaan Saudi Arabia (KSA) sudah berusaha menjadi mediator untuk normalisasi hubungan antara Turki dengan Mesir. Dan sama halnya dengan kasus Israel, Turki mengajukan persyaratan jika Mesir ingin rujuk dengan Turki, persyaratannya yaitu: pencabutan vonis hukuman mati dan bahkan pembebasan untuk Presiden sah Mesir, Muhammad Mursi.

Dengan kondisi Mesir yang mengalami krisis di berbagai bidang, bisa jadi kita akan melihat kejutan selanjutnya.

Selain itu, upaya Turki juga sejalan dengan arah baru pemerintah Erdogan. Erdogan menyuarakan keinginannya untuk memperbanyak sekutu Turki dan mengurangi musuh-musuhnya dalam pembukaan OKI (Organisasi Konperensi Islam) ke 13 di Istanbul, April lalu.

Dalam pidato pertamanya kepada konggres AKP 24 Mei lalu, PM baru Binali Yıldırım, juga menyuarakan hal yang sama.

Begitupula hubungan dengan Rusia. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengumumkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin menerima surat dari Presiden Recep Tayyip Erdogan yang berisi pernyataan “bela sungkawa” atas keluarga pilot yang tewas ketika jet tempur Rusia ditembak jatuh di perbatasan Turki-Suriah.

Dalam surat itu, Erdogan juga berjanji akan melakukan “usaha yang dimungkinkan” untuk memulihkan hubungan dengan Rusia.

Saat ini Turki dan pemerintahan Erdogan harus berhadapan dengan banyak musuh. Di tatanan internal mereka dihadapkan pada rongrongan kelompok Gulenis, Kemalis dan separatis komunis Kurdi.

Di wilayah tetangga, Suriah, yang hancur karena perang, Turki berhadapan dengan ancaman nyata dari Daesh (ISIS) yang berulangkali melakukan serangan teror. Juga dari rezim Assad yang nyata-nyata menyatakan ancaman dan kebenciannya kepada Turki, karena dukungan kepada kelompok oposisi Suriah. Sanksi ekonomi Rusia sedikit banyak juga mempengaruhi ekonomi Turki.

Turki tidak mungkin menghadapi musuh sebanyak itu dalam waktu bersamaan, di saat yang sama juga dituntut untuk tetap berperan memberikan kontribusi untuk permasalahan umat. Belum lagi beban untuk menampung pengungsi, empat juta pengungsi saat ini berlindung di Turki. Dan empat juta itu bukan angka yang sedikit, dimana negara-negara Eropa sudah berteriak saat ribuan pengungsi masuk ke negara mereka.

Saat ini Turki membutuhkan dukungan untuk mengurai permasalahan mereka satu persatu. Namun demikian, akan ada orang-orang yang mencoba untuk melemahkan pertumbuhan pengaruh Turki dengan aksi terorisme; contoh nyata upaya penghancuan terlihat pada pemboman di Bandara Internasional Ataturk di Istanbul selang sehari setelah kesepakatan dengan Israel diumumkan.

Periode saat ini adalah ujian untuk pemerintah Turki dan rakyatnya. Ada orang-orang yang tidak ingin melihat perdamaian di kawasan itu, juga tidak ingin melihat Palestina makmur, dan jika Turki berada di garis depan dalam upaya untuk mencapai kedua hal tersebut (perdamaian di kawasan dan kemakmuran Palestina), Presiden Erdogan dan negaranya akan berada di jalur sasaran tembak. Turki dan rakyatnya harus berdiri teguh. Dalam hal ini mereka harus mendapatkan dukungan dari kita.[]

MEU, Al Jazeera & MiddleEastMonitor