Oleh: BURHANETTIN DURAN
(Kolumnis Daily Sabah, Turki)
Pada Jumat (15/7) malam, Turki menyaksikan sebuah percobaan kudeta yang dirancang oleh Gulenist terror organization (FETO). Para pengkudeta, yang mengambil alih beberapa institusi dan titik penting di Istanbul dan Ankara dengan kekuatan senjata, digulung berkat refleks demokratis rakyat dan kepemimpinan presiden Recep Tayyip Erdogan.
Usaha yang dilakukan oleh Departemen Kepolisian dan Badan Intelijen Nasional (MIT) ini memainkan sebuah peran penting dalam melawan pemberontakan dalam sebuah konteks dimana bagian yang signifikan dari militer tidak mendukung perjuangan anti-kudeta.
Kita telah melihat banyak cerita yang diliput oleh media yang menggambarkan heroisme yang ditunjukkan oleh rakyat kita sembari melawan kudeta.
Rakyat kita yang pemberani, yang membela demokrasi kita dengan berdiri melawan tank, saat tubuh mereka ditargetkan dengan peluru, telah terekam di halaman-halaman kejayaan dalam sejarah kita. Reaksi demokratis yang ditunjukkan oleh seluruh segmen masyarakat telah membangun sebuah mitos dan mendemonstrasikan betapa kuat dan berkembangnya kesadaran politik bangsa kita.
Saya menyaksikan kegigihan orang-orang terhormat yang berbaris menuju jembatan Bosporus meski tembakan-tembakan senjata api mematikan dari berbagai tank. Kami telah mendapatkan banyak data teknis yang menjelaskan alasan dibalik kegagalan percobaan kudeta ini. Tetapi, alasan utama kegagalan mereka adalah ketidakmampuan dan ketidak-kompetenan mereka dalam menganalisa politik Turki.
Mereka tidak memprediksi bahwa rakyat Turki akan dengan kuat mendukung para negarawan yang mereka pilih, institusi mereka, masa depan mereka dan lebih penting lagi tanah air mereka. Rakyat Turki melindungi keinginan mereka sendiri dengan reaksi mereka pada malam itu, membuktikan bahwa "hanya mereka yang bisa mengubah kekuatan berkuasa di Negara ini".
Ketidaksukaan pada Erdogan, yang telah dikonsumsi oleh kelompok-kelompok oposisi selama ini, adalah faktor utama yang membuat para pengkudeta salah sangka. Mereka melebih-lebihkan efek dari fackor ini dan tertangkap dalam ilusinya. Mereka berasumsi bahwa penentang Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) akan bersatu mendukung kudeta.
Mereka berharap mereka akan mendapatkan dukungan langsung atau tak langsung dari berbagai segmen masyarakat jika mereka bisa membentuk sebuah aliansi pembangkang didalam militer. Mereka mengira warga Negara sekuler, kiri, nasionalis atau Alevi akan turun ke jalan untuk mendukung kudeta. Para anggota FETO meremehkan perbedaan antara memberikan modal/sokongan kepada lawan dan membentuk sebuah aliansi untuk kudeta yang mereka pimpin.
Mereka mengabaikan kesadaran politik para pendukung AKP, mengabaikan apa yang telah mereka pelajari dari proses 28 Februari, memorandum 2007 dan percobaan kudeta yudisial pada 17 Desember. Kesalahan (kesalahan prediksi/asumsi) ini mewakili sebuah pola pikir tak rasional yang melambungkan peran mereka sendiri (para pengkudeta) hingga ke tingkat yang hampir seperti messiah/penyelamat.
Dengan tingkat pluralism, level perkembangan dan dinamisme dan diatas semuanya, Turki sekarang berada dalam kondisi maju yang tak akan bisa dikuasai oleh sebuah rezim kudeta. Dalam hal ini, aspek utama yang mencegah kudeta adalah pandangan pada masa depan yang dimiliki institusi-institusi politik, media dan masyarakat sipil dan akal sehat rakyat, yang mengetahui dengan baik bahwa sebuah kudeta hanya dapat membawa kekacauan dan perang sipil.
Saya dapat merujuknya/meyebutnya sebagai “persepsi Turki mendalam,” yang menyadari pentingnya stabilitas dan perdamaian. Konflik-konflik ideologis dikesampingkan, semuanya akan dirugikan dalam sebuah skenario kudeta. Tank-tank yang memblokir jembatan mendemonstrasikan bagaimana semua warna kehidupan akan menghilang di hadapan kudeta.
Tank-tank di jembatan-jembatan menyimbolkan transformasi yang kami jalani pada 15 Juli dan menandai sebuah periode baru. Karena alasan ini, dapat dikatakan bahwa malam 15 Juli membuat sebuah tanda baru, dimulainya sebuah fase.
Malam itu, guncangan yang telah kita alami selama 3 tahun belakangan mencapai puncaknya. Kita telah memasuki sebuah periode dimana konsolidasi demokrasi kita tak dapat ditarik kembali. Percobaan kudeta, yang telah menjadi sebuah kartu as di lubang terhadap pemerintahan yang terpilih secara demokratis, diorganisasi sebagai sebuah serangan kamikaze oleh FETO dan gagal. Periode selanjutnya tak hanya termasuk pembersihan struktur parallel yang telah menginfiltrasi institusi-institusi Negara.
Pemberontakan ini harus ditandai sebagai percobaan terakhir dalam sejarah kudeta dengan menghukum mereka yang bertanggung-jawab atas kekacauan ini. Kita harus memperkenalkan sebuah proses baru dimana tendensi pro-kudeta di militer sepenuhnya dihapuskan dan sebuah kontrak sosial baru diciptakan.
Rakyat harus mewaspadai mereka yang mungkin menyia-nyiakan proses ini dengan kekhawatiran bahwa “ini akan menguntungkan Erdogan” dan kepada kampanye internasional yang termotivasi untuk membatasi Turki.[]
Sumber: Daily Sabah