Kisah Kecil Ifthor Jama'i di Rumah Fahri Hamzah
(by Bambang Prayitno)
Bagian 3. Makna Tangisan Andi Rahmat
Tapi, adakah yang lebih indah dari ketulusan ?. Adakah yang lebih indah dari serangkai peristiwa pembuktian tentang kemuliaan nilai persahabatan ?. Kita semua meyakini, bahwa sahabat sejati adalah orang yang menjadikan masalah sahabatnya sebagai masalahnya. Dan ia berjanji untuk berdiri mendampingi sahabatnya menghadapi seluruh peristiwa yang terjadi. Ia memegang bahu karibnya dengan erat dan mengatakan dengan pelan tapi pasti; "tenang saja, selama ini adalah kebenaran, maka saya akan terus disini bersamamu sampai seluruh episode kita lewati".
Sahabat sejati mengisi sebagian dari hidupnya yang sibuk untuk membuktikan seluruh komitmen dari janji persahabatannya; dari bahasa jiwanya yang apa adanya. Malam ini saya menjadi saksi tentang cinta dan ketulusan itu.
Setelah Saiful selesai berbicara dan tawa mulai reda, Fahri berikan kesempatan kepada Andi Rahmat untuk berbicara. Selama berbelas tahun, Andi Rahmat sudah menganggap Fahri sebagai abang dan mentor yang mengajari banyak hal terkait dakwah, aktivisme dan gerakan. Dalam setiap komunikasi antara keduanya, tersirat sinyal ta'dzim dari seorang adik kepada kakaknya. Pun malam itu. Andi Rahmat mulai bercerita tentang pengalaman dirinya ketika menghadapi Muktamar Luar Biasa (MLB) yang berujung pelengseran dirinya di Bandung pada pekan ketiga April 2001.
Saat itu Andi Rahmat didera galau yang tak kunjung hilang. Andi merasa dunia tak adil. Dengan mata telanjang ia mendapati adanya kekuatan yang mengendalikan prosesi pelengserannya diluar kekuatan KAMMI. Dan ia merasa tak diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara adil dan berimbang. Saat itu Fahri datang dan menguatkan. Kata Fahri pada Andi saat itu; "Dinda, kita ini masih muda. Masih panjang perjalanan kita. Tidak usah cemas dengan peristiwa yang terjadi. Dakwah masih membutuhkan peran-peran kita. Hadapi masalah di Bandung dengan biasa-biasa saja". Dan seterusnya dan seterusnya.
Fahri menguatkan Andi. Hingga Andi bisa melangkah sejauh ini, salah satu muasalnya karena ada seniornya yang mendampinginya. Lalu kata Andi; "rasa-rasanya, malam ini, saya ingin menasihati Fahri dengan bahasa yang sama". Hadirin tertawa dibuatnya. Andi rupanya pandai menghibur Fahri dengan candaan yang segar. Kita jadi seperti menikmati seluruh ketidakadilan yang terjadi dengan sikap yang santai saja.
(Andi Rahmat -berdiri-, dibelakangnya ada ust. Taufik Ridho)
Lalu Andi melanjutkan ceritanya. Niat kita saat berkumpul di rumah Fahri karena disatukan oleh ide. Ini bukan soal pribadi Fahri. Kita mempersonifikasikan ide transformasi generasi dan kebangkitan generasi baru Indonesia itu pada sosok Fahri. Kita tidak melakukan personalisasi. Kita tidak melakukan glorifikasi pada sosok Fahri. Dengan ide yang kita kuatkan bersama-sama dan mendeliver ide pada Fahri sebagai juru bicara, maka ide itu akan berkembang dan menguat karena mengalami dialektika yang terus-menerus.
Andi juga menjelaskan, bahwa memang hidup mesti memilih. Dan kita memilih untuk mengambil resiko. 'No risk no fun'. Tak ada resiko maka hidup kita tak akan bahagia. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Hadapi semua pilihan kita beserta resiko yang menyertainya. Kita bisa berdiskusi dengan ide terjauh yang bisa kita jalani. Termasuk membuat organisasi yang mengorganisir potensi, gagasan dan ide baru anak-anak muda dalam memandang Indonesia hari ini. Andi katakan bahwa ia sudah pernah mengalami berbagai resiko. Ia sudah beberapa kali dipanggil dan diberi sanksi. Beberapa yang hadir disini juga sudah pernah. Dan itu yang menguatkan kita. Seperti kata ulama; pukulan yang tidak mematikan kita akan menguatkan.
Tiba-tiba Andi berdiam beberapa menit lamanya. Ia menunduk seperti tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Lalu dengan mata berkaca-kaca, ia meminta maaf karena terharu dan menangis. Ia berkata; "saya bangga dan terharu dengan Fahri, abang kita ini. Dia menunjukkan diri sebagai senior KAMMI yang berani berbeda dengan seluruh keyakinannya. Ia berani berdiri dengan gagah dan lantang membela kebenaran yang diyakininya. Fahri memberi muka kepada kita semua sehingga punya harga dan kebanggaan. Dan ini adalah warisan besar di KAMMI yang jarang dimiliki oleh organisasi pemuda lain.
Sontak ruangan yang dipenuhi oleh ratusan ikhwan dan akhwat aktifis itu bertambah hening dan sesekali terdengar isak tangis atau nampak sebagian yang mengusap tetesan air mata. Kita mengenal Andi Rahmat. Ia tidak pernah menangis dalam keadaan sesakit dan sesedih apapun. Maka tangisannya malam ini adalah penanda lain tentang bukan soal perasaan dirinya semata. Tapi tentang perasaan kita semua yang tersandera peristiwa yang sedang terjadi.
Lalu Andi melanjutkan; "Hari ini, kita bisa berbangga karena Fahri. Tapi di hari ini juga, kita dapati juga banyak anak-anak KAMMI dan anak-anak muda partai yang takut dengan masalah yang dihadapi". Suasana tetap hening.
"Mengapa (terlalu) banyak (sekali) pengecut di organisasi ini. Dalam situasi yang berjalan sekarang ini, ada juga yang memilih mencari tempat sembunyi. Ia tak berani bersikap jelas atas situasi yang terjadi. Mungkin dulunya, ia menjadi aktivis karena disuruh. Jadi pimpinan organisasi anak muda karena terpaksa. Bukan karena kesadaran. Jiwanya tak terbentuk. Ia tidak punya keyakinan atas seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi. Ia tak jelas lagi melihat kedzaliman yang terjadi di depan matanya".
Sampai di kalimat ini, Andi tergugu dalam tangisnya. Ia menyapu wajahnya. Kata-kata berhenti. Ia seperti menahan diri untuk tak tenggelam dalam tangisan. Selama Andi menangis, ruangan rumah Fahri diselubungi oleh haru yang membiru. Melayang-layang di kepala semua orang. Saya menyaksikan; beberapa orang ikut menitikkan airmata dalam diam. Ada yang sebagian berkaca-kaca. Sebagian yang lain tenggelam dalam diam yang dalam; menghela napas haru. Rinai hujan turun di dada seluruh yang hadir. Perasaan sedih seperti berputar-putar mewarnai seluruh udara di ruangan ini.
Tapi memang ada orang yang dilahirkan hanya untuk menjadi pengecut di sepanjang hidupnya. Tak mau menjadi orang yang pertama-tama menentukan sikap saat harus memilih diantara dua pilihan; keadilan atau kedzaliman. Tak mau menjadi orang yang bangkit dan gagah berdiri saat tiran -dalam jenis apapun- mengangkangi seluruh hidupnya. Menjadi orang yang sangat takut menghadapi kelaliman. Orang seperti ini akan hanyut dan hilang dalam kumpulan sampah sejarah.
Inilah mungkin makna lain dari tangis Andi. Karena Fahri Hamzah yang dikenalnya bukanlah pencari selamat apalagi pencari jabatan. Terlalu banyak resiko perjuangan yang telah dihadapinya sendirian; bahkan ketika orang lain tiarap.
Andi mencairkan suasana. Kali ini ia sudah menguasai dirinya. Tubuhnya tak lagi goncang oleh sengguk tangis. Ia sudah tenang. Ia melanjutkan lagi ceritanya. Bahwa suasana kita ini sangat tegang. Tapi penuh semangat. Malam ini seperti malam-malam rapat akbar mempersiapkan demonstrasi. Kita seperti mengulangi kembali masa lalu. Hadirin kembali tertawa mendengar cerita Andi. Inilah kelebihan forum ini, karena kita masih menjiwai. Di sini masih ada tangis dan kemesraan seperti dahulu ketika semua masih murni.
Menutup ceritanya, Andi mengutip sepenggal ayat dalam Al-Qur'an. Tepatnya di Surat Yasin ayat 20 dan seterusnya. Tentang laki-laki yang tak dikenal yang datang dari ujung kota; yang menyeru kepada kaumnya untuk mengikuti kebenaran yang diajarkan utusan Allah, menasihati kaumnya tentang tauhid, serta janji kemuliaan dan ampunan dari Allah bagi mereka yang taat. Andi mengatakan bahwa salah satu makna dalam ayat ini adalah; mungkin saja kita tidak dikenal dalam gelombang gerakan yang mengusung narasi transformasi generasi ini. Kita mungkin hanya menjadi bagian yang tak diperhatikan oleh siapapun. Tapi kontribusi kita harus kita yakini; tercatat sebagai kebaikan nan mulia dalam lembar catatan Allah. insya Allah.
Andi juga memberi pesan kepada yang hadir; untuk terus memberi semangat, motivasi dan bantuan pada kaderisasi yang dilakukan oleh organisasi KAMMI yang hari ini sudah ada di 300-an lebih kampus besar di Indonesia. Dengan kaderisasi yang dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, maka cita-cita dan gagasan transformasi generasi akan semakin cepat terwujud. KAMMI harus tetap menjadi harapan bagi kaderisasi pemimpin ummat dan bangsa kedepan.
(Bersambung ke Bagian 4)
__
Bagian sebelumnya:
Bagian 1
Bagian 2