MEMALUKAN, Media Australia Menuliskan Kepemimpinan Jokowi Hancur Tak Dapat Diharapkan Lagi

[portalpiyungan.com] Kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang semakin memprihatinkan rupanya mulai mengundang kepedulian negara tetangga.

Sebagai negara tetangga terdekat, Australia telah beberapa kali mengulas kepemimpinan Jokowi dengan nada negatif. Kali ini, sebuah tulisan menarik untuk direnungkan, datang dari Gregory Paul Sheridan, seorang jurnalis The Australian yang banyak menulis mengenai urusan luar negeri. Greg, panggilan akrab Gregory, telah menjadi editor urusan luar negeri di The Australian sejak 1992.

Dalam opini yang ditulisnya tanggal 25 Juni 2016 lalu, Greg menyampaikan keprihatinannya akan kepemimpinan Jokowi. Berikut petikan tulisan Greg.

Hal yang mendesak, seperti yang kerap dikatakan, sering kali menjadi lawan dari hal yang penting. Benar bahwa kita sangat peduli dengan isu-isu luar negeri, beberapa dari isu tersebut adalah krisis yang sungguh-sungguh memerlukan perhatian khusus seperti terorisme di Timur Tengah dan di dalam negeri, ketegasan mengenai garis batas teritorial China di Laut China Selatan, dan kemungkinan suksesnya kesepakatan Barack Obama dan Iran tentang persenjataan nuklir. 

Tapi, ada satu krisis yang mulai mendekati kita, yang mungkin belum terlalu kita perhatikan, Cukup mengejutkan, yaitu buyarnya kepemimpinan Jokowi dengan cepat.

Pemilihan Jokowi, seperti telah diketahui secara luas dan dielu-elukan  oleh dunia internasional. Akhirnya lahirlah era modern liberal Indonesia dari sebuah generasi baru.  Jokowi terkenal karena memiliki pasangan beretnis Cina dan melakukan banyak pekerjaan luar biasa dalam separuh waktu baktinya sebagai Gubernur Jakarta. Dia sangat anti korupsi dan pahlawan bagi masyarakat sipil.

Jokowi menang tipis saat berhadapan dengan Jenderal di era Suharto, Prabowo Subianto. Dan kita bernapas lega. 

Sayang, kita terlalu cepat bernapas lega. 

Kepemimpinan Jokowi sudah hancur dan tak dapat diharapkan lagi. Ekonomi Indonesia stagnan. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama turun ke angka 4.7%.  Banyak lembaga internasional memprediksi, total pertumbuhan tahun ini akan di bawah 5%. Pertumbuhan ekonomi pada kepemimpinan SBY sekitar 6% dan pada era Suharto, mencapai 8%. 

Dengan angka pertumbuhan kurang dari 6%, Indonesia tidak mampu menyerap angkatan kerja baru yang siap memasuki dunia kerja setiap tahunnya. Banyak ekonom berpikir, Indonesia membutuhkan angka pertumbuhan sekitar 8%. Karena di bawah pemerintahan SBY, Indonesia pernah sangat stabil dan bertumbuh relatif cepat, dipahami sebagai kisah sukses kebangkitan Indonesia. 

Jika tingkat pertumbuhan tetap di bawah 5% untuk beberapa kuartal ke depan, kisah yang terjadi adalah terhentinya perekonomian Indonesia. 

Kebijakan ekonomi nasional di bawah kepimpinan Jokowi telah menjadi kebijakan ekonomi yang protektif dan menghancurkan pertumbuhan ekonomi secara seriu s. Jokowi mengajarkan swasembada pangan, tetapi akibatnya adalah kenaikan harga yang akhirnya mendorong jutaan orang masuk jurang kemiskinan kembali, Jokowi berjanji untuk membangkitkan ekonomi melalui reformasi birokrasi, infrastruktur dan menciptakan jaringan transport maritim (tol laut). Sayangnya, meskipun sudah banyak uang dialokasikan untuk infrastruktur, hampir tak ada pembangunan yang berarti di bidang ini.

Lebih lanjut, Greg mengulas bahwa Jokowi tidak dapat berharap banyak dari anggota parlemen, dan celakanya, beberapa anggota kabinetnya adalah titipan dari Megawati Sukarnoputri. Hal ini membuat kinerja kabinet Jokowi menjadi mengecewakan.. Reshuffle yang dilakukan juga tak berarti banyak karena anggota kabinet berasal dari parpol pendukung yang sulit untuk digeser keberadaannya.

Belum lagi hancurnya ekonomi Indonesia akibat jatuhnya harga komoditas ekspor dan bila pertumbuhan ekonomi jatuh ke angka di bawah 4.5% untuk periode yang lebih lama, Jokowi berada pada persoalan tanpa ada harapan untuk bisa diselesaikan.

Tapi, tulis Greg lagi, seandainya ekonomi tidak menjadi hal yang terburuk, Jokowi telah menunjukkan bahwa dirinya tidak cukup cakap untuk menjalankan manajemen politik. Walau tak ada satu konsekuensi yang harus dibayar Jokowi untuk kegagalannya ini, satu-satunya aset politik Jokowi, yaitu popularitasnya, dipastikan akan merosot.

Sejak kejatuhan rezim Suharto, tulis Greg, muncul dua kekuatan yang memperoleh kredibilitas tinggi dari rakyat. Yang pertama adalah media karena aktif memberitakan korupsi dan yang kedua adalah KPK, lembaga anti rasuah yang memiliki kekuatan penyelidikan melalui penyadapan.

Greg menilai, tak seperti SBY yang mampu membuat kompromi dan melindungi KPK, Jokowi justru memicu permusuhan di antara kepolisian dan KPK. Jokowi, di bawah tekanan Megawai, bahkan menunjuk seorang yang diduga KPK bermasalah hukum, menjadi calon Kapolri.

Dalam dunia investasi, Jokowi berharap banyak dari masuknya investor asing, tetapi beberapa bagian dari pemerintahan Jokowi menyulitkan investor asing, termasuk soal birokrasi.

Jokowi disebut-sebut juga tidak memiliki minat dalam urusan luar negeri. Menlu Retno Marsudi dinilai tidak mampu menekan Jokowi untuk peduli pada urusan luar negeri dan dianggap tidak efektif.

Banyak elit di Jakarta yang mulai berandai-andai apakah Jokowi sanggup bertahan hingga 6 bulan ke depan. Perlu juga diingat bahwa jika Jokowi di-impeach, maka ia akan digantikan oleh Jusuf Kalla. yang memiliki karakter lebih kuat dari Jokowi.

Sebagai penutup, Greg menuliskan, persoalan pemerintah Australia dengan pemerintahan Jokowi mencerminkan kesulitan negara lain untuk menjalin hubungan dengan pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. Seorang Presiden yang gagal dan lemah adalah salah satu dari beberapa mimpi buruk yang ditawarkan Indonesia kepada dunia.

Tulisan Greg ini dikometnari singkat oleh netizen @ZaraZettiraZR yang mengucapkan terimakasih kepada Greg yang dnilai Zara telah mendengarkan suara rakyat Indonesia, di saat pemerintah Indonesia tuli dan represif.

"Thank You for hearing our voices when our own nation are deff and repressive," demikian tulis mantan Gadis Sampul yang kini banyak menyuarakan kepedulian kepada kondisi bangsa Indonesia.