[portalpiyungan.com] Renovasi gedung DPRD DKI yang memakan biaya puluhan miliar di tahun anggaran 2014 dan 2015 lolos audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Indikasi adanya penyimpangan anggaran menguat dengan tampaknya beberapa fasilitas gedung yang bobrok.
Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengaku sudah mendapatkan informasi tentang anggaran renovasi gedung senilai dari Rp50 miliar pada tahun 2014 dan Rp28 miliar pada tahun berikutnya yang lepas dari pengamatan BPK.
"Audit yang dilakukan BPK memang tidak terdapat proyek renovasi gedung dan sarana lain di DPRD DKI karena sistem acak. Jadi tidak menutup kemungkinan proyek tersebut memang lolos. Sehingga sangat rentan dengan penyimpangan anggaran," ujar Uchok saat dihubungi, Jumat, 22 Juli 2016.
Dengan lolosnya proyek tersebut, penggunaan anggaran renovasi gedung DPRD DKI menjadi rentan penyelewengan. Terlebih dari kasat mata, berbagai fasilitas seperti toilet, plafon dan lainnya saat ini sudah banyak yang rusak. Hingga pada akhirnya ada salah satu pengunjung Gedung Wakil Rakyat itu mengeluhkan kualitas toilet dengan menyebut "toilet mirip terminal"
Penyelewengan anggaran ini bila diakumulai bisa kian fantastis dengan renovasi ruang Paripurna DPRD DKI yang memakan anggaran sebesar Rp18,92 miliar. Setelah melalui proses lelang, PT Rimbun Sekawan Utama tampil sebagai pemenang, dengan harga Rp16,8 miliar, dengan kode rekening 5.2.2.20.26.001 dan SPK no. 08/S.P3/Setwan/VIII/2011. Kemudian untuk pemasangan layar digital dianggarkan Rp4,1 miliar dan instalasi listrik senilai Rp2,4 miliar.
"Memang untuk proyek ini sangat fantastis nilainya. Karena dengan uang yang begitu besar, masyarakatpun bisa melihat kualitas dari pengerjaan renovasi itu. Pantas atau tidak uang sebesar itu digelontorkan," ucapnya.
Sementara itu, Sabam Marpaung, staf Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI yang saat itu menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek tersebut membenarkan proyek renovasi tidak diaudit BPK.
"Saat itu kami sudah meminta untuk BPK mengaudit namun karena sistem sampling dan keterbatasan waktu akhirnya proyek ini tidak diaudit BPK," ujar Sabam.