Terhadap Produk Tanpa Label Halal, Bagaimana Sikap Kita Seharusnya?
Oleh: Aini Aryani*
Sebagai muslim kita sebisa mungkin menghindari makanan haram. Sehati-hati mungkin. Dan sertifikat halal adalah salah satu wasilahnya (sarana-red).
Namun, tingkat kehati-hatian tiap orang tentu berbeda. Maka dalam memvonis halal dan haram tentu harus dengan cara yang sudah ditetapkan dalam syariat. Bukan dengan feeling atau perasaan yang tidak punya parameter baku.
Sertifikat halal tidak menjadi satu-satunya parameter halal haramnya makanan.
Sebab -sekali lagi- yang menjadi parameter adalah Nash dari Al-Qur'an dan Sunnah yang kemudian ditarik kesimpulan hukumnya melalui disiplin Ilmu Fiqih oleh pakarnya (Fuqaha').
Selama dari makanan tersebut tidak terdeteksi adanya hal-hal yang haram, maka kita tidak bisa menyatakan itu sebagai makanan haram.
Sebab asal hukum dari makanan adalah mubah dan halal, sampai ada bukti valid atas keharamannya.
"Tapi kan sebaiknya kita berhati-hati ?"
Benar.
Berhati-hati adalah keharusan.
Namun demikian kita tetap tidak boleh mengharamkan apa yang belum tentu haram.
Maka, jika pertanyaannya adalah:
1. "Apakah sertifikat halal terhadap produk kuliner itu adalah parameter baku atas halal haramnya makanan?"
Jawabannya: Bukan. Namun sertifikat halal itu menjadi salah satu wasilah untuk menghilangkan keraguan dan was-was.
2. "Bagaimana sebaiknya sikap kita diberi hadiah produk makanan yang tidak bersertifikat halal, tapi kita juga tidak tau itu haram atau tidak?"
Sebaiknya kita hindari. Untuk bersikap berhati-hati. Tanpa harus memvonis orang lain jika memilih sikap yang berbeda dengan kita.
Jangan memberi label "haram" pada makanan yang kita sendiri tidak punya bukti valid atas keharamannya. Agar kita terhindar dari larangan: "Mengharamkan apa yang bisa jadi halal". Atau sebaliknya.
Kesimpulan:
Sikap terbaik kita adalah bersikap hati-hati. Sebisa mungkin bersikap wara' dengan meninggalkan yang syubhat, apalagi yang haram. Tanpa harus menyalahkan orang lain yang bersikap berbeda. Sebab tingkat kehati-hatian setiap orang itu berbeda.
Wallahu a'lam
___
*Sumber: fb penulis